blank
Wabup Wonosobo M Albar saat menyerahkan penghargaan pada peserta sekolah partisipatif. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Sektor kesehatan menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah. Selain adanya pandemi global Covid-19, faktor kemiskinan juga menjadi pemicu kerentanan kesehatan masyarakat.

Karena itu, melalui program sekolah partisipasi, perwakilan USAID Madani, Sarwanto Priyadi menyampaikan, perlunya percepatan pelayanan puskesmas yang memiliki standar khusus dan tidak ada diskriminasi bagi kalangan disabilitas.

Lebih lanjut Sarwanto menjelaskan, program Sekolah Partisipatif digagas oleh Kita Institute dan Forum Madani. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir telah melakukan pendampingan peningkatan percepatan layanan Puskesmas di beberapa desa.

Hal ini sejalan dengan visi dan misi Afif-Albar dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Sebagai basic need (kebutuhan dasar) masyarakat maka pelayanan kesehatan harus cepat, tepat dan ramah bagi para pasien.

“Program Sekolah Partisipasi digagas oleh Kita Institute dan Forum Madani, yang selama 2 tahun ini telah melakukan pendampingan dalam upaya peningkatan pelayanan Puskesmas di beberapa desa,” ujarnya.

Sekolah Partisipasi menjadi bagian dari kerjasama antara Pemerintah RI dengan Amerika Serikat, yang bertujuan meningkatkan proses demokrasi yang menyasar peningkatan kualitas pelayanan publik. Di Wonosobo sendiri, program tersebut diarahkan pada perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat desa.

“Guna memajukan layanan kesehatan di Wonosobo, pihaknya akan memberikan pelatihan khusus bagi petugas Puskesmas, salah satunya terkait bahasa isyarat kesehatan. Pelayanan kesehatan harus ramah bagi kaum disabilitas,” tandasnya.

Ramah Disabilitas

blank
Wakil Bupati Wonosobo, M Albar. Foto : SB/dok pribadi

Wakil Bupati Wonosobo M Albar mengatakan, partisipasi dalam demokrasi menjadi pilar penting yang harus dipenuhi, sebagai upaya mewujudkan capaian pembangunan yang efisien dan berkeadilan.

Terutama, lanjut dia, bagi kelompok rentan yang seringkali belum mendapatkan akses terhadap ruang partisipasi pembangunan. Mereka merupakan kelompok lansia dan kaum disabilitas.

“Kesempatan berpartisipasi dalam proses pembangunan harus diciptakan seluas-luasnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatan hasil pembangunan. Seluruh elemen masyarakat dapat terlibat, mengakses dan terpenuhi kebutuhannya,” tegas Albar.

Menurutnya, penerapan bottom-up planning dalam proses pembangunan desa patut dilakukan. Hal ini, guna mengakomodir kebutuhan dan aspirasi seluruh elemen masyarakat desa. Sehingga masyarakat dapat terlibat dan berperan secara aktif dalam forum musyawarah serta menyampaikan aspirasinya secara demokratis.

“Saya harap, seluruh peserta sekolah partisipasi dapat mengikuti kegiatan ini dengan sungguh-sungguh agar mampu mengimplementasikan dalam proses pembangunan di desa masing-masing. Juga mampu berkolaborasi dengan seluruh komponen masyarakat dan pemerintah Desa,” harapnya.

Selain itu, guna memastikan proses pengambilan keputusan yang partisipatif dan demokratis sebagai upaya mewujudkan pembangunan yang tepat guna dan tepat sasaran, perlunya melibatkan unsur masyarakat.

“Sekolah partisipasi yang diikuti 30 peserta ditargetkan menyasar 3 kecamatan yakni, Kaliwiro, Wonosobo dan Garung. Bertindak sebagai pemateri dari unsur akademisi, birokrasi, legislatif dan praktisi UNS,” tandasnya.

Muharno Zarka