blank
Dewi Keadilan. (ilustrasi).
blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Oleh JC Tukiman Tarunasayoga

IDEALNYA, eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu kuat, namun ternyata di sana-sini oknumnya gembos. Memang ada yang protes kalau yang disebut gembos itu hanya oknum saja, dan pemrotes itu meragukan dengan dalih: Jangan-jangan yang gembos itu sistemnya.

Saya pribadi tetap percaya sistem itu baik adanya, seperti sistem permesinan dalam sebuah kendaraan. Lagi pula yang gembos itu kan ban atau sebutlah rodanya; mungkinkah mesin menyebabkan ban gembos? Gaklah.

Mengapa, di antara sebagian (banyak?) ban-ban eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu  justru pada saat mengemban amanat rakyat menjadi gembos?  Pertanyaan menarik ini akan dijawab secara tidak kalah menariknya, yakni karena mereka itu terlalu banyak/sering melakukan trik-trik tipu-tipu; kakehan pokal lan pokil, bahkan main pukrul.

Pokal lan Pokil

Seseorang disebut pokal karena pratingkah utawa akale tansah ora becik, baik pikiran maupun tingkahlakunya senantiasa tidak baik. Apabila pokal itu menghinggapi seorang staf entah di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, biasanya mermen, bagaikan nyala api mudah menjalar ke mana-mana; apalagi kalau si pokal itu dilakukan oleh orang yang menduduki jabatan tertentu.

Dampak orang pokal itu dapatlah dipastikan bahwa ia bahkan mereka akan menjalar atau menularkan untuk menjadi semakin pokil. Wong pokal mesti sugih pokil; maksudnya pratingkah lan pikirane kang ora becik itu, otomatis berkaitan dengan tansah akeh reka enggone golek kamelikan utawa kauntungan.  Tegasnya, orang pokil itu hampir selalu mencari celah agar dirinya diuntungkan, sokur-sokur bisa juga menguntungkan kelompoknya.