blank
Ilustrasi/Mediaindonesia

 

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

 Mari kita nikmati saja betapa saat ini mereka yang “dicapreskan” ataupun “dicawapreskan,” sedang nedheng-nedhenge (lagi semangat) menempuh jalan-jalan “adol kondhang, golek linuwih, lan katon mumpuni.”

Namanya juga usaha, maka harus kita lihat sebagai hal yang sangat-sangat wajar saja, manakala dalam rangka mencari terkenal, menunjukkan kelebihannya, ataupun biar kelihatan bijaksana, para “calon” itu melakukan apa saja. Asal saja ingat satu hal seperti di akhir tulisan ini akan dijelaskan.

Kondhang

Kondhang ini maksudnya terkenal, dan ternyata agar orang menjadi semakin terkenal, ada  cara atau pun fase-fase yang harus ditempuhnya, berikut juga target waktu kapan keterkenalannya itu booming.

Itulah yang disebut pansos (panjat sosial) menurut bahasa medsos. Begitu pas/tepat panjat sosialnya, tiba-tiba saja seseorang menjadi kondhang. Dengan kata lain,  pinter-pinter mencari momentum adalah syarat mutlak seseorang segera menjadi terkenal; sebaliknya lamban memanfaatkan momentum, hilang pulalah kesempatan untuk terkenal.

Baca Juga: Bergeserlah Cara Memaknai Gemblak; Mesum, Sedheng, lan Slingkuh

Kondhang sebenarnya mempunyai tiga arti, yaitu (i) misuwur, yang sejak tadi disebut-sebut dengan terkenal itu; (ii) kalok, maksudnya gawe gumun, bikin orang tercengang dan lalu dengan cepat  mengenalnya; dan (iii) wuwuhan, rewang, pembantu. Seseorang disebut atau dapat menjadi kondhang ketika ia memang misuwur dan kalok tadi; entah wajahnya, entah suaranya cepat dikenal orang.

Linuwih  lan Mumpuni

Besar sekali atau cepat sekali peluang seseorang menjadi terkenal apabila ia memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Seorang dalang wayang kulit menjadi terkenal karena ia memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan dalang lainnya; misalkan kelebihan dalam kemampuan memainkan wayang (sabet), suara, lucunya, dst.

Itulah yang disebut linuwih, asal katanya luwih. Arti kata luwih ialah turah, berlebih; juga berarti punjul saka ing mesthine, yaitu ada sisa atau kelebihan dari yang seharusnya (standar); juga berarti ngungkuli, mengatasi atau lebih tinggi.

Jika kelebihan seseorang itu ada dalam hal ilmu pengetahuan (Jawa: kawruh), maka orang itu disebut linuwih, yaitu pinunjul ing kawruh, memiliki kehebatan atau kelebihan dalam hal ilmu pengetahuan.

Pada puncak seseorang berada dalam kondisi kondhang serta linuwih, dan hal itu dilihat atau disaksikan oleh mata kepala dan mata hati khalayak ramai; maka dari mulut ke mulut akan tersiarlah betapa si Badu, Suto, Noyo, ini memang benar-benar mumpuni.

Ada dua makna mumpuni yang sebaiknya dicermati masyarakat. Makna pertama, seseorang disebut mumpuni itu manakala ia darbeki, duweni, lan nguwasani tenan; maksudnya seseorang benar-benar memiliki atau betul-betul menguasai bidangnya. Pastilah seorang capres atau cawapres harus betul-betul teruji penguasaannya tentang kepemimpinan, kejujuran, integritas diri, dst. Bukan karbitan, contohnya.

Makna keduanya, seolah-olah semakin menukik dari makna pertama, mumpuni itu berarti seseorang harus pinter tenan ing sakehing kawruh; ia benar-benar pintar dalam berbagai ilmu pengetahuan. Orang semacam ini bukan saja orang karbitan, tetapi juga bukan orang yang “mendadak ketoke pinter,” orang yang mendadak kepinterannya.

Jadi, hai para calon atau yang dicalonkan: “Jika engkau benar-benar mau nyapres atau nyawapres, sebaiknya janganlah sekedar menempuh cara-cara (1) adol kondhang, yaitu berjualan seolah-olah dirinya itu terkenal; (2) golek linuwih, cari-cari atau memoles kelebihan diri; dan (3) katon mumpuni, seolah-olah terlihat arif, bijak, penyabar, pinter, dll.”

Baca Juga: Koruptor Itu Orangnya, Korupsi Itu Tindakannya, Pola Pikirnya: Glathak, Granyah, Gragas, lan Srakah

Mengapa jangan mengandalkan adol, golek, lan katon? Ketahuliah, kondhang, linuwih, lan mumpuni itu pasti muncul bukan tiba-tiba (mendadak), bukan karbitan juga. Ia harus asli, genuine, apa adanya, polos.”

Saat sekarang ini masyarakat sedang melihat itu semua, siapa saja yang benar-benar asli, polos, apa adanya dalam kehidupan sehari-harinya; siapa pula yang sebenarnya dipoles-poles, bahkan mungkin dikarbit agar cepat matang.

Dan satu pegangan etika yang perlu dijadikan senjata tempur Anda masing-masing para calon, ialah: Hindari dan karena itu janganlah main kasar dengan cara suka menuduh kepada pihak yang kauanggap rival.  “Ora slamet kowe” jika menebar tuduhan dan bersikap kasar terhadap pesaing.

Selamat berjuang.

 

(JC Tukiman Taruna, Ketua Dewan Penyantun Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata, Semarang)