KOTA MUNGKID(SUARABARU.ID) –Sebanyak 128 kelompok kesenian rakyat se-Jateng dan DIY mengikuti Festival Kesenian Rakyat Paseduluran dalam rangka 20 tahun Ruwat Rawat Borobudur, dalam beberapa pekan terakhir ini. “Mengingat pentingnya usaha merawat manfaat sosial dan spiritual, maka pelaku seni memang perlu mengambil peran untuk ikut serta melestarikan kebudayaan yang ada,” tutur ketua Komunitas Brayat Panangkaran Sucoro Setrodiharjo, hari ini Rabu (14 September 2022).
Disebutkan, sebanyak 128 kelompok kesenian rakyat dari berbagai daerah se- Jateng-DIY telah mendaftar untuk mengikuti ajang kreasi kesenian rakyat. Namun karena berbagai kendala yang dihadapi panitia, akhirnya pihak panitia hanya mampu menyeleksi 77 kelompok kesenian dan lolos sebagai finalis 11 tim kesenian rakyat. Antara lain Kuda Lumping Kreasi Kraton Kencana Magelang, Seni Soreng Simo Lodra Kaliangkrik, Topeng Ireng Ki Somo Menggolo Sawangan. Selain itu Kobrosiswo Cahyo Mudha Grabag, Jathilan Turongga Budaya Manggisan, Pujonggo Langen Seto, Budaya Muda Manunggal. Lalu Topeng Ireng Manggala Rimba, Sekar Rinonce dan Mekar Budaya.
Sucoro yang merupakan tokoh sekaligus inisiator Ruwat Rawat Borobudur Brayat Panangkaran mengatakan, tema kegiatan 20 tahun Ruwat Rawat Borobudur adalah: Mengembalikan nilai spiritual Borobudur melalui tradisi. Ruwat Rawat Borobudur merupakan acara budaya rakyat yang lahir sebagai bagian dari masyarakat yang kebetulan lahir dan tinggal tidak jauh dari monumen warisan budaya Borobudur.
Festival Kesenian Rakyat Paseduluran itu salah satu bagian dari kegiatan besarnya Ruwat Rawat Borobudur, yang di setiap tahun semakin diminati oleh pecinta seni tradisi. Mengenai masih banyaknya kelompok kesenian yang belum dapat mengikuti seleksi, dia mengakui itu akibat keterbatasan panitia dan belum adanya fasilitas yang memadai. Mestinya Pemerintah bisa menangkap peluang itu untuk dijadikan bagaian dari pengembangan pariwisata berbasis budaya.
Keberadaan Borobudur yang ada di tengah kehidupan masyarakat telah menjadi bukti bahwa keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu sejak Borobudur yang telah dikembangkan menjadi tujuan wisata pada tahun 1980, peran masyarakat pun juga dibutuhkan. Ketika itu tanah dan bangunan milik warga lima dusun digusur dan digunakan untuk pelestarian Borobudur.
Ditambahkan, pelestarian Borobudur secara fisik telah dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur. “Mengingat pentingnya pelestarian terhadap nilai, agar keduanya tidak terpisahkan, kemudian dilakukan oleh masyarakat melalui Ruwat Rawat Borobudur,” tandasnya.
Selebihnya dipaparkan, partisipasi para pelaku seni dan budaya yang tergabung dalam wadah Brayat Panangkaran, Borobudur, juga dalam rangka melestarikan kebudayaaan yang ada di sekitar Borobudur. Kali ini diwujudkan dengan diadakannya Festival Kesenian Rakyat Paseduluran dalam acara 20 Tahun Ruwat Rawat Borobudur.
Kegiatan itu diharapkan dapat membangun kedalaman makna Borobudur sebagai destinasi wisata, warisan sejarah peradaban, dan sebagai refleksi nilai-nilai kehidupan. “Dalam rangka menguatkan kohesi sosial, spiritual lintas agama dan kepercayaan,” katanya.
Dijelaskan, Festival Kesenian Rakyat Paseduluran itu telah diselenggarakan sejak Februari 2022 lalu. Saat ini telah memasuki babak semi final dan final. Finalnya akan diselenggarakan pada Rabu (21 September 2022) di halaman parkir bus Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB).
Dian Ayu sebagai penanggung jawab festival mengatakan, tujuan festival sebagai ajang kreasi, inovasi, serta komunikasi para pelaku seni tradisi. Diharapkan dapat menjadi pendukung Borobudur sebagi destinasi pariwisata super prioritas.
Eko Priyono