Peneliti dari UIN Walisongo, Dr KH Anasom MHum, saat melakukan penelitian di Museum Masjid Agung Demak dan MAJT Semarang. Foto: uin

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Peneliti Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Dr KH Anasom MHum, saat ini tengah meneliti beberapa Kitab Tafsir, di Museum Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang.

”Penelitian ini bertujuan digitalisasi pada dua museum, yaitu Museum MAJT dan Museum Masjid Agung Demak,” kata Anasom dalam keterangannya di Semarang, belum lama ini.

Saat mengidentifiasi Kitab Tafsir itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang ini mengaku, mendapatkan temuan menarik. Yaitu Kitab Tafsir tahun 1.000 H atau kurang lebih tahun 1590-an masehi.

BACA JUGA: Kembangkan Sport Tourism, FTI Jateng Kembali Gelar Sindoro-Sumbing Duathlon

”Dari kolovon manuskrip Kitab Tafsir yang tertulis pada bagian akhir kitab, terbaca sanah alf (tahun 1.000 H). Maka manuskrip ini merupakan manuskrip tertua dari Kitab Tafsir yang ada,” jelas Kiai Anasom.

Menurutnya, beberapa waktu lalu Ginanjar Syakban, yang juga peneliti Turats PBNU, telah mengidentifikasi manuskrip tafsir di Keraton Cirebon, berangka tahun 1.035 H.

Dengan demikian, manuskrip Kitab Tafsir Masjid Agung Demak itu dianggap Anasom, lebih tua dibanding temuan Kitab Tafsir di Cirebon itu.

BACA JUGA: Padatnya Jadwal Manggung Penyanyi Cilik Javier Ardiansyah

Sebenarnya, Kitab Tafsir yang sama juga ada di Museum MAJT yang ada di Jalan Gajah Raya, Semarang. Namun usia manuskrip Kitab Tafsir di Museum MAJT berasal dari abad 19. Selisih 400 tahun dari yang terdapat di Masjid Agung Demak.

Anasom kemudian menjelaskan, dari hasil identifikasi dan perbandingan dari sisi isinya, Kitab Tafsir itu diyakini adalah manuskrip Kitab Tafsir Jalalain.

”Kebetulan baik yang berada di MAJT maupun di Masjid Agung Demak, sama-sama Kitab Tafsir Jalalain. Ternyata juga isi kitab itu sama, yaitu juz 15 sampai juz 30,” ungkap Ketua Muallaf Center MUI Jateng itu.

BACA JUGA: Hilang saat Panen Melinjo, Tanto Ditemukan Meninggal di Jurang

Dilanjutkan dia, umat Islam terutama kalangan pesantren sangat paham, Tafsir al-Jalalain adalah sebuah Kitab Tafsir Alquran terkenal, yang awalnya disusun Syeh Jalaluddin al-Mahalli pada 1459, kemudian dilanjutkan muridnya Jalaluddin as-Suyuthi pada 1505.

”Kitab Tafsir ini umumnya dianggap sebagai Kitab Tafsir klasik Sunni, yang banyak dijadikan rujukan. Sebab dianggap mudah dipahami, dan terdiri dari hanya satu jilid saja,” imbuhnya.

Jalaludin al-Mahalli mengawali penulisan tafsir sejak dari awal surah Al-Kahfi, sampai dengan akhir surah An-Naas. Setelah itu dia menafsirkan surah Al-Fatihah sampai selesai. Al-Mahalli kemudian wafat sebelum sempat melanjutkannya.

BACA JUGA: APBD Perubahan Disetujui, Sekda: Optimalkan Serapan Anggaran

Jalaluddin as-Suyuthi kemudian melanjutkannya, dan memulai dari surah Al-Baqarah sampai dengan surah Al-Isra’. Kemudian dia meletakkan tafsir surah Al-Fatihah pada bagian akhir urutan tafsir dari Al-Mahalli yang sebelumnya.

Mencermati tahun Tafsir Jalalain yang dikarang saat itu, Anasom berkesimpulan, karya tulis itu sedemikian cepat telah beredar di tanah Jawa.

”Ini membuktikan, gerakan dakwah yang sangat cepat pada abad 16 di tanah Jawa. Tentu bisa jadi telah terjadi penyalinan karya Tafsir Jalalain itu, pada masa Kesultanan Demak Bintoro,” sebutnya.

BACA JUGA: Sebanyak 1.700 Petugas Gabungan Amankan G20 di Borobudur

Walaupun kalau dari sisi angka tahun 1.590-an, Kerajaan Islam di Jawa pada masa itu sudah masa Mataram awal, namun menurutnya kitab itu dalam meja display di Museum Masjid Agung Demak, diberi catatan Kitab Tafsir Karangan Sunan Bonang.

”Mungkin dari sisi karya, jelas setelah diadakan perbandingan isi dengan Kitab Tafsir yang ada sekarang, kitab manuskrip itu adalah Tafsir Jalalain. Namun siapa penulisnya, memang bisa jadi adalah Sunan Bonang, walaupun masih harus dikaji lebih mendalam,” tuturnya.

Beberapa karya Sunan Bonang memang sampai hari ini masih ada, terutama Kitab Primbon Sunan Bonang, yang manuskrip aslinya berada di Belanda.

Dari kolovon manuskrip itu, menurut Anasom, memang beberapa belum teridentifikasi. Artinya, masih dibutuhkan kajian lebih mendalam, termasuk dari aspek filologisnya. Dia masih butuh waktu, untuk terus mengembangkan temuan bersejarah itu.

Riyan