blank
Peta kawasan persebaran bahasa Austronesia. Foto: google
blank
Foto: Chandra AN

Oleh Widiyartono R

SAAT kuliah dulu, aku suka sekali mata kuliah linguistik bandingan. Bahasa satu dengan yang lain ternyata berkaitan, terlebih bila merupakan satu rumpun bahasa. Maka, sampai sekarang aku masih suka utak-atik kata. Ada hukum yang aku ingat R-D-L dan R-G-H.

Baru saja aku nonton youtube Londo Kampung Cak Dave. Dia baru ketemu Conrad, seorang poilisi asal Selandia Baru yang lagi berlibur di Solo. Kebetulan Conrad ini fasih berbahasa Jawa.

Conrad pun diminta Cak Dave untuk menyebut angka dalam bahasa Selandia baru, 1-10.

Siji (1) Tahi, loro (2) Rua, 3 (tiga) Teru, papat (4) Pa, Lima (5) Rhima, Ene, (6) Na, pitu (7) Whitu, Wolu (Weru), sanga (9) iva, sepuluh (10) tekau.

Angka satu memang sepertinya tidak berkaitan. Tetapi angka 2 (dua/loro) sangat berkaitan. Hukum R-D berlaku Rua – Dua (Indonesia), bahasa Jawa Kuna juga Rwa (ingat bhinneka tunggal ika tan hanya dharma mangrwa). Mangrwa, orang Jawa sekarang menyebut “mangro” (mendua).

Kemudian angka tiga “teru” bahasa Jawa “telu“, R menjadi l. Begitu juga kata ‘lima” yang menjadi “rhima”. Angka 4 dan 6 memang tidak berkaitan. Tetapi 7 Jawa “pitu” Maori “Whitu“, agak dekat. Kemudian 8 “Wolu” di Maori “Weru” cukup dekat, lagi-lagi kaitan R dan L. Sembilan dan sepuluh tidak berkaitan.