blank
Ilustrasi/Pikiran-Rakyat.com

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Masih melanjutkan pembahasan tentang Pilpres 2024, rasanya perlulah semua pihak sejak saat ini sudah berhitung cermat tentang kemungkinan “para calonnya”  yang selama ini digadhang-gadhang, diharap-harapkan, kelak justru akan membuat kecewa berat.

Mungkinkah? Sangat mungkin. Kapan itu akan terjadi? Embuh.. Apa penyebabnya? Macam-macam penyebab bisa memicunya; dan yang jelas kelak akan terjadi/ada “calon” yang jepat, jebling, kontal, mencelat, atau bahkan mungkin saja mencolot. Apa pula ini?

Para politisi, saat-saat ini, selalu mengatakan kondisinya masih sangat cair, bahkan sering disebut sangat dinamis untuk mengungkapkan betapa segala sesuatunya belumlah ada yang pasti.

Masih sangat mudah berubah-ubah, baik tentang siapa figur yang akan di-capres/cawapres-kan, juga tentang partai apa akan koalisi dengan partai siapa. Namanya pun sangat berubah secara cepat; boleh jadi muncul nama semut merah, besok-besok sudah berubah menjadi tawon kemit; mungkin juga kelak akan ada koalisi “gajah belang.” Tunggu saja.

Baca Juga: Modal Sukses Pilpres 2024: Sabar, Sareh, Tawekal

Khalayak yang ora ngerti permainan politik, sering tidak sabar dan sertamerta mengatakan “mereka itu mencla-mencle; esuk dhele, sore sudah menjadi tempe.”

Tentu yang dimaksud dengan “mereka” sudahlah jelas; sampai-sampai banyak kalangan masyarakat yang niteni, yakni menengarai: Ohhhh, kalau yang omong politisi Badu, ora usah dipercaya, gak usah diperhatian.

Ada pula yang komentar: “Ahhhh, dia lagi yang ngomong, males ah, paling…” Khalayak warga masyarakat yang sudah sangat hafal model-model berpolitik dan komunikasinya, berkata: “Titeni wae, perhatikan saja, nanti akan sampai waktunya ada yang jepat, jebling, kontal, mencelat, bahkan mencolot.

Jepat, Jebling, Kontal, Mencolot

Seseorang, bisa juga sesuatu, dapat disebut jepat ketika (i) uwal saka gathukane kanthi ngeget-egeti; yakni lepas/terlepas dari kedudukannya secara tiba-tiba; (ii) oncat, yakni pergi secara cepat/tiba-tiba, sebutlah minggat, pergi tanpa permisi; dan (iii) mutung, nglungani amarga kagol, yaitu patah arang lalu pergi begitu saja.

Bagaikan cangkul (pacul), keadaan seperti itu disebut jebling, yaitu copot dari gagangnya (doran). Mungkinkah orang-orang yang selama ini disebut-sebut potensial nyapres/nyawapres kelak jepat? Sangat mungkin, apalagi digawe kagol, dibuat kecewa.  Sebaiknya semua pihak menghindarinya.

Adapun kontal maknanya mirip-mirip, yakni (1) katut diulu, tertelan. Jika seseorang pegang uang organisasi lalu menilep uang itu seraya pergi minggat, nah itulah kontal karena uang organisasi pun “dimakannya.”

Baca Juga: Mari Kita Kaji: Siapa Sebenarnya Kemaruk, Kemecer, dan Nyidham?

Kontal juga berarti (2) kengser mundur amarga didosok-dosok. Fenomena ini sangat sering/mudah terjadi, yakni seseorang yang katanya sudah dinominasi, namun ada pihak-pihak yang desak-desak, nggriseni, atau pun memojok-pojokan agar calon ternominasi itu ora krasan banjur mundur.

Dan makna ke (3) kontal itu berarti hilang tidak berbekas, bagaikan rumah di pinggir sungai kena banjir, hanyut, hilang terbawa arus. Mungkinkah kelak ada “calon” yang (akan) kontal? Wah… sangat mungkin sekali; makanya hati-hati, berhitunglah cermat.

Contoh rumah hanyut atau kontal oleh banjir itu bisakah dikatakan mencelat? Rasanya kurang tepat. Sesuatu atau seseorang disebut mencelat manakala ia meleset adoh, ternyata jauh dari harapan atau perkiraan.

Contoh, si Dadap sudah lama digadhang-gadhang dan “ternominasi.” Dalam perjalanan bereforia “menyalonkan dan dicalonkan” jebule dia ora gelem urun, tidak mau mengeluarkan uang untuk kepentingan apa pun.

Dulunya dikira Dadap ini di samping kaya, juga akan ikut membiayai semua pengeluaran. Jebul ora, nah…mencelat lah dia dari pencalonannya karena meleset jauh dari perkiraan. Sesederhana itukah alasan seseorang mencelat? Sangat bisa jadi, karena semua pihak berdalih jer basuki mawa beya, semua ada biayanya.

Sekarang tibalah membicarakan mencolot, sebuah fenomena yang kelak bisa sangat ngeri-ngeri sedap karena berbagai godaan. Mereka para “calon: Suta, Naya, Dhadhap, Waru, pasti ada yang tergoda untuk mencolot, yakni “lompat pagar” dari partai W ke partai Z, yaitu dari koalisi Gajah belang ke Gajah Abuh, atau dulunya tidak punya partai lalu tiba-tiba mengantongi KTA partai tertentu.

Itulah mencolot yang ternyata akan sangat mudah dilakukan katimbang berbagai alasan lainnya. Mengapa ngeri-ngeri sedap? Ya pastilah, karena dengan cara mencolot itulah ia (mereka?) punya hitung-hitungan tersendiri.

Validkah hitung-hitungannya? Nah di situlah ngeri-ngeri sedapnya. Ada yang mau cobakah? Terserah saja jika ada yang mau menyoba, asalkan ingat, godaan itu, siapa pun yang menggoda dengan cara atau iming-iming apa pun, tetaplah sebuah godaan.

Namanya godaan, bisa saja tergiur seolah dapat mengubah batu menjadi roti; atau terjun ke jurang sekali pun, nanti di bawah sana akan ada jutaan orang menatangya sehingga engkau tidak akan terantuk tanah sedikit pun. Godaan tetaplah godaan, bukan suatu realita.

(Tukiman Tarunasayoga, Pengajar Pascasarjana di UNIKA Soegijapranata, Semarang dan UNS)