blank
(Foto Literasi Nusantara)

Oleh :Zulfa Dayyinati Fa’izulloh, Juwita Istari Setyaningrum, Muhammad Ridho Alfadillah

Di abad ke-21 seperti sekarang ini, siswa diharapkan dapat menguasai keterampilan kualitas karakter, keterampilan kompetensi dan keterampilan literasi. Supaya seluruh keterampilan itu dapat tercapai dengan maksimal, diperlukan kemampuan bernalar dan berpikir karena kemampuan inilah yang biasa digunakan untuk pemecahan suatu permasalahan.

blank
Zulfa Dayyinati Fa’izulloh

Kemampuan tersebut adalah kemampuan yang berkaitan langsung dengan keterampilan literasi. Terdapat enam poin literasi dasar yang telah disepakati dalam World Economic Forum pada tahun 2015 yaitu literasi numerasi, literasi sains, literasi baca tulis, literasi finansial, literasi digital, dan literasi budaya dan kewarganegaraan.

Keenam poin literasi dasar tersebut, terdapat literasi yang berkaitan erat dengan keterampilan berpikir dan bernalar yaitu literasi numerasi. Literasi memiliki kaitan yang sangat erat dengan bahasa, sedangkan numerasi memiliki kaitan yang kuat dengan matematika.

Secara sederhana, numerasi bisa dimaknai sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan keterampilan operasi hitung serta konsep bilangan dalam kegiatan kita sehari-hari serta kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita.

blank
Juwita Istari Setyaningrum

Sehingga, literasi numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan bernalar menggunakan bahasa dan matematika. Dalam arti lain, Literasi numerasi merupakan kecakapan serta pengetahuan untuk menggunakan berbagai macam bentuk simbol dan angka yang terkait dengan matematika guna memecahkan masalah didalam kehidupan kita sehari-hari, kemudian menganalisis informasi yang dipaparkan serta menginterpretasi hasil analisis untuk memprediksi serta mengambil keputusan (Kemdikbud, 2017).

Berdasarkan paparan diatas, keterampilan literasi numerasi tentunya sangat diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat, dapat kita ambil beberapa contoh kegiatan saat sedang berbelanja, hendak berlibur, ingin membuka suatu bisnis, membangun rumah, belajar tentang kesehatan, keseluruhannya membutuhkan kemampuan literasi numerasi.

Informasi dalam beberapa contoh kegiatan tadi biasanya disajikan dalam suatu bentuk grafik atau numerik. Keadaan memahami bentuk grafik atau numerik itulah yang membutuhkan keterampilan literasi numerasi. Dengan begitu, untuk membuat keputusan yang tepat, setiap individu diharuskan untuk memahami numerasi.

Dalam proses setiap individu menumbuhkan kemampuan literasi numerasi, terdapat salah satu contoh pula ketika seorang siswa yang sedang mempelajari pembagian bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Dalam kasus ini, jika bilangan bulat pertama tidak habis dibagi, maka akan diperoleh sisa bilangan.

blank
Muhammad Ridho Alfadillah

Siswa biasanya diajarkan untuk menuliskan hasil bagi yang kemudian diikuti oleh sisanya, selanjutnya mereka pun diajarkan untuk menyatakan hasil bagi ke bentuk bilangan desimal.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang akurasi dengan bilangan desimal sering kali tidak diperlukan sehingga sering dilakukannya suatu konsep pembulatan.

Secara matematis, konsep pembulatan ke atas dilakukan jika nilai desimalnya lebih besar dari 5, kemudian konsep pembulatan ke bawah dilakukan jika nilai desimalnya lebih kecil dari 5, dan pembulatan ke bawah atau ke atas bisa dilakukan jika nilai desimalnya tepat di angka 5. Namun, dalam konteks real, konsep itu tidaklah selalu dapat diterapkan.

Sebagaimana contoh kasus nyata untuk literasi numerasi pada penerapan kaidah pembulatan yaitu, jika seorang tukang hendak membuat beberapa kursi dimana ia hanya mempunyai 18 kaki kursi. Masing-masing kursi berbentuk persegi dan memiliki 4 kaki kursi. Lalu berapakah banyak kursi yang dapat dibuat oleh si tukang?

Jika kita lihat disini, diketahui bahwa masing-masing kursi memiliki 4 kaki kursi. Dengan begitu kursi yang akan dibuat yaitu 4 kursi dengan sisa 2 kaki kursi. Dimana jika terdapat 2 kaki kursi maka tidak sepenuhnya dapat dibuat sebuah kursi. Oleh karena itu, jumlah kursi yang akan dibuat oleh si tukang adalah 4 buah kursi.

Dalam pengerjaan soal yang sejenis mengenai kasus tersebut, siswa biasanya cenderung mengerjakan dengan langsung membagi 18 dengan 4. Dari hasil pembagian tersebut diperoleh hasil 4,5. Dengan hasil 4,5 banyak terjadi miskonsepsi pada siswa karena pada konsep pembulatan sebelumnya jika nilai desimalnya 5 maka dapat dilakukan pembulatan ke bawah atau ke atas.

Pada kasus ini siswa cenderung membulatkannya ke atas, sehingga hasil 4,5 menjadi 5 yang berartikan tukang akan membuat 5 kursi. Namun dalam kasus ini, jika dilakukan pembulatan keatas menjadi 5 maka tidak memungkinkan. Jelas dikarenakan kaki kursi yang tersisa hanyalah 2 buah, dimana kedua kaki kursi tersebut tidak dapat digunakan untuk membuat sebuah kursi.

Jadi dapat dikatakan bahwa dalam literasi numerasi, kaidah pembulatan dalam matematika belum sepenuhnya benar. Hal tersebut harus disesuaikan dengan kaidah literasi yang sesuai agar mendapat jawaban yang tepat. Dengan literasi numerasi ini, siswa diharapkan dapat memahami soal dengan kasus nyata yang berkaitan dengan kehidupan keseharian tersebut dan menyelesaikan solusi yang sesuai dengan literasi numerasi, bukan hanya sesuai dengan perhitungannya saja.

Berdasarkan beberapa contoh di atas mengenai studi kasus yang telah dijelaskan, literasi numerasi sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan contoh yang telah dipaparkan, terlihat literasi numerasi berperan pada kegiatan pekerjaan ketika seorang tukang akan membuat kursi. Hal tersebut membutuhkan keterampilan literasi numerasi.

Contoh studi kasus tersebut hanya memaparkan sebagian kecil dari peranan literasi numerasi yang erat kaitannya oleh pengambilan suatu keputusan yang benar dan baik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, dapat dipahami bahwa literasi numerasi sangat diperlukan di dalam berbagai aspek kehidupan dan bukan hanya diperlukan dalam bidang matematika saja, namun juga di bidang ilmu lainnya.

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP  UNISSULA Semarang