KOTA MUNGKID(SUARABARU.ID)-Tersangka berinisial PE pekerja barista sebuah cafe, kini harus berurusan dengan polisi. Sebab diduga meminta pacarnya yang hamil untuk menggugurkan kandungannya.
“Kenapa anda tidak mau bertanggung jawab atas perbuatan yang telah kamu lakukan?,” tanya Kapolres Mochammad Sajarod Zakun saat jumpa pers hari ini, Rabu 13 April 2022.
Ternyata pertanyaan tersebut dijawab dengan tenang oleh tersangka warga sebuah desa di wilayah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang itu. “Karena saya sudah punya rencana mau menikah dengan wanita lain,” akunya.
Kapolres menyebutkan, perkara itu hasil ungkap kasus kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia. Kejadiannya Sabtu 11 Desember 2021 pukul 08.00. Dilakukan oleh ABH pelajar kelas IX salah satu SMP di Kabupaten Magelang. Di mana pelajar tersebut baru berusia 15 tahun, warga Dukun, Magelang.
Informasi awal diperoleh Sat Reskrim Polres Magelang dari RSUD Muntilan, bahwa ada pasien yang diduga melakukan aborsi. Informasi itu didapat pada Sabtu 18 Desember 2021.
Setelah dilakukan pengecekan oleh polisi, ternyata benar, diduga tersangka ABH telah melakukan aborsi. Itu dikatagorikan melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.
Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, kata Kapolres, berhasil didapatkan tersangka PE (22) yang memiliki hubungan dengan tersangka aborsi (ABH). Yang mana antara PE dan ABH memiliki hubungan pacar. Mereka telah melakukan hubungan layaknya suami istri sebanyak dua kali yang dilakukan di salah satu hotel di Kopeng, Salatiga dan di rumah tersangka PE. Atas kejadian itu P E dinggap melakukan pencabulan terhadap anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
Kasat Reskrim AKP Muhammad Alfan Armin membeberkan, kronologisnya.ABH kenal dengan PE sejak awal 2021. Sekitar April tahun lalu diduga melakukan hubungan suami istri sebanyak dua kali.
Dua bulan kemudian diketahui ABH hamil dan meminta pertanggungjawaban pada PE. Tetapi PE memberikan jamu pelancar haid kepada ABH. Tetapi tidak terjadi keguguran, malah kandungannya semakin membesar.
“Selanjutnya PE memberikan uang Rp 400 ribu untuk membeli obat aborsi. Lalu tersangka ABH pun membeli obat secara online pada 10 Desember 2021 dan meminumnya,” jelasnya.
Selebihnya pada 11 Desember 2021 pagi bayinya lahir. Namun dalam keadaan hidup. Hasil otopsi juga mengatakan bahwa bayi lahir dalam keadaan hidup.
Namun oleh ABH dibiarkan saja dan sekitar lima menit kemudian bayi sudah tidak bergerak. Lalu bayi dibungkus dengan kain, kemudian dimasukkan ke dalam kuali. Kuali tersebut diberikan kepada neneknya dengan mengatakan bahwa di kuali itu merupakan darah menstruasi yang menggumpal.”Kemudian oleh neneknya dikubur,” jelasnya.
Selebihnya dijelaskan, pada 17 Desember ABH mengeluh tidak bisa buang air dan masuk angin. Lalu oleh orang tuanya dibawa ke RSUD Muntilan. Pada 18 Desember polisi mendapat informasi dari petugas RSUD, tentang kasus tersebut.
Eko Priyono