blank

Oleh : Abdi Munif

Membaca judul tulisan ini mungkin Anda berharap saya akan bercerita sebuah kengerian tentang virus corona yang menjadikan tubuh saya sebagai inang  bersama Istri dan kedua Anak saya. Apalagi tentang kemarahan saya  untuk mencari kambing hitam mengapa virus ini sepertinya tidak bisa dikendalikan. Tidak, saya tidak akan menuliskan tentang itu.

Saya di vonis terpapar Covid- 19 tanggal 3 Mei 2021 lalu. Sebelumnya istri  saya telah diumumkan terlebih dahulu terinfeksi virus Corona, padahal kami sudah dua kali menerima vaksin.

Memang banyak  cerita dari beberapa teman penderita yang cukup membuat bulu kuduk merinding,  menakutkan dan sekaligus memilukan hati. Bahkan banyak yang kemudian tumbang menjemput takdirnya dengan pasrah. Tetapi kalau Anda berharap saya bercerita tentang ketakutan dan bahkan kemarahan saya, maaf Anda akan kecewa.

Semula saya merasakan seperti seperti flu. Tapi polanya berbeda dengan flu yang biasa  saya rasakan. Biasanya begitu tenggorokan kering, lalu banyak minum, kemudian besoknya bersin-bersin, lalu esoknya meriang,  hidung meler, kemudian tersumbat beberapa hari, lalu batuk beberapa hari kemudian sembuh.

Biasanya kalau flu, merokok tidak enak, tetapi kini saat saya telah di vonis Covid-19,  saya  masih merasakan nikmatnya merokok  walaupun secara medis mestinya  dilarang.

Saya  kemudian merasakan seluruh badan terasa pegal-pegal. Saya berfikir hanya karena kecapean. Lalu merasa panas, esoknya dingin, tubuh rasanya ngilu-ngilu “pating clekut”. Saya kemudian kehilangan penciuman.

Karena anosmia ini, akhirnya saya mengikuti swab di sebuah puskesmas. Dan esok harinya ada hasil terkonfirmasi positif covid 19.  Bahkan  saya kemudian mengetahui, dokter yang  melakukan swab terhadap  saya juga terkonfirmasi positif covid juga.

Ketika Isolasi mandiri, bidan desa yang harusnya melakukan pemantauan, juga harus isman karena keluarganya juga terpapar corona. Ternyata bukan hanya bidan desa kami yang harus isman. Bidan desa tetangga tempat tinggal Ibu saya juga harus isman. Padahal dia seharusnya bertugas memantau kesehatan Ibu saya yang juga terpapar virus Corona.

Dari  tempat isolasi mandiri yang harus saya jalani paling tidak hingga tanggal 17 Juni 2021  saya ingin berbagai kepada teman-teman dan bahkan masyarakat tentang sejumlah hal.

Pertama, bahwa penyakit ini senyatanya  ada.  Soal isyu politik yang dikaitkan, itu tidak perlu kita pikirkan. Yang kita pikirkan adalah bagaimana kita berikhtiar menjaga kesehatan diri kita dan keluarga. Kita hindari kerumunan, jaga jarak, selalu pakai masker dan mencuci tangan serta mengurangi mobilitas.

Kedua, sebagai daerah transmisi lokal dan angka penyebaran Covid-19 yang terus naik secara signifikan kita tidak tahu darimana penularan terjadi. Bisa saja virus itu bersumber dari  teman yang biasa bersama kita (teman kantor, teman organisasi, teman olahraga kita), atau orang yang tidak kita kenal dan kita temui  di warung makan, di toko, di pasar   dan bahkan sangat mungkin salah satu keluarga kita yang membawa virus ini.

Ketiga,  jangan sepelekan walaupun penyakit ini dapat dikategorikan bukan penyakit berat. Sebab  virus Corona ini adalah  virus  yang memiliki sifat  merusak sel tubuh dan menurunkian daya imun kita. Karena itu, jika  orang-orang yang terpapar Covid-19 memiliki penyakit penyerta maka akan menjadi makin parah karena daya imumnya menurutn drastis. Virus ini juga bisa memicu munculnya penyakit lain yang sebelumnya tidak pernah kita rasakan.

Keempat; penyakit ini bukan dosa dan  bukan aib yang harus ditutupi, disembunyikan. Justru orang lain harus tahu kalau kita sakit sehingga orang lain tidak tertular, dan mereka bisa membantu. Minimal bisa bantu kirim makanan ketika kita sedang isolasi mandiri di rumah dan mendoakan kita. Baik juga para pejabat publik yang terpapar justru mengumumkan jika dirinya terpapar. Ini sebagai bentuk edukasi pada warga masyarakat.

Kelima, karena penyakit ini gejala mirip flu biasa, maka jika Anda merasa gejala aneh dalam tubuh segeralah periksa ke dokter dan berikan ionformasi yang jujur dan terbuka  pada petugas kesehatan. Jika karena pemeriksaan kita harus melakukan swab PCR atau swab antigen segera lakukan. Sebab dengan tahu pasti penyakit apa yang menimpa kita, maka upaya pengobatan bisa lebih tepat.

Termasuk jika kemudian kita di vonis Covid-19, lakukan isolasi mandiri sesuai dengan petunjuk para petugas kesehatan. Sebab dengan demikian,   kita bisa segera menghindarkan terjadinya penyebaran virus ke orang lain. Dan itu sudah sangat membantu penghentian penyebaran penyakit ini.

Keenam; jika seandainya adalah warga masyarakat yang telah menerima valksinasi, janganlah kemudian menganggap Anda telah “sakti” dan tidak dapat lagi terpapar Covid. Atau ketika dalam, test swab Anda dinyatakan negatif, belum tentu Anda  tidak menjadi inang virus Corona. Sebab pemeriksaan swab sifatnya adalah real time. Bisa saja virus ini telah mulai bercokol di tubah kita, namun belum tertangkap oleh pemeriksaan laborat karena baru memasuki tubuh kita.

Kini pilihan ada pada kita. Akankah kita  terus  mengabaikan virus dan menyebutnya sebagai konspirasi penguasa ? Atau menganggap virus ini sebenarnya tidak ada. Padahal  korban yang jatuh telah demikian banyak.

Penambahan pasien setiap hari juga semakin banyak disertai dengan angka kematian yang  semakin tinggi. Positif rate kita juga terus meningkat dan bahkan kita diam-diam Jepara  telah masuk kembali ke  zona resiko tinggi atau zona merah. Sementara rumah sakit rujukan Covid-19 telah tidak mampu lagi menampung melonjaknya jumlah penderita.

Suwun, salam tabik.

Penulis adalah seorang pegiat budaya Jepara yang saat ini sedang menjalani isloasi mendiri bersama istri dan kedua anaknya karena semuanya terpapar Covid-19