blank
Majalah berbahasa Jawa, media lokal yang membantu membangun identitas kultural. Foto: Ist

Oleh: Mubarok, M.Si.

PERKEMBANGAN teknologi komunikasi memungkinkan kita untuk mengetahui beragam informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia. Apa yang sedang terjadi di belahan dunia lain bisa diketahui melalui pemberitaan media online. Informasi juga dibagikan melalui sosial media sehingga tersebar dengan cepat.

Tidak hanya informasi, perkembangan teknologi komunikasi juga memungkinkan kita untuk mempelajari budaya bangsa lain dengan cepat. Sebagai contoh, K-Pop sebagai industri budaya Korea yang tersebar begitu cepat. Drama, musik, tatanan rambut, bahasa, pakaian, tarian dan budaya Korea disukai oleh masyarakat Indonesia. Generasi muda berusaha untuk meniru idola mereka seperti cara berpakaian, tatanan rambut, berbahasa, dan tarian. Para penggemar mengidentikan diri dengan para artis idolanya. Meniru merupakan usaha untuk menjadi bagian dari budaya mereka.

Mempelajari budaya lain tentunya bukan kesalahan. Akan tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah mengenal budaya bangsa sendiri. Kalau kita bisa menceritakan drama Korea dengan detail, kenapa kita tidak mengenal ragam cerita rakyat Indonesia. Kalau kita suka memakai pakaian bangsa lain mengapa tidak bangga memakai pakaian adat Indonesia.

Perkembangan teknologi komunikasi menjadi tantangan sekaligus peluang. Tantangan mempertahankan identitas kultural, sekaligus peluang untuk mengenalkan budaya kita kepada bangsa lain. Jika semua pihak tidak mengambil peran maka identitas kultural kita akan semakin terkikis. Generasi yang akan datang akan kehilangan akar budayanya dan tidak mengenal identitas kultural mereka.

Identitas mengacu pada bagaimana orang menjawab pertanyaan, “Siapa Anda?”. Ketika kita menjawab bahwa kita bangsa Indonesia, maka konsekuensinya harus berfikir dan bertindak sebagai bangsa Indonesia. Kalau kita menjawab ‘saya orang Jawa’, maka mengenal bahasa daerah, pakaian adat, dan budaya Jawa adalah sebuah keharusan. Berpikir dan bertindak sebagai orang Jawa adalah konsekuensi identitas kultural yang kita pilih.

Pertanyaan tentang identitas ini akan selalu diajukan diajukan di berbagai kondisi. Di lingkungan kerja, pendidikan, pergaulan internasional akan selalu muncul pertanyaan: “Siapa anda?”. Karena itu menanamkan identitas kultural menjadi tanggung jawab semua pihak.

Peran Media Lokal

Media lokal di berbagai daerah tumbuh dan memegang peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.. Dalam penelitian (Suwirta, 2002) semenjak masa revolusi media lokal telah tumbuh di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Media lokal tersebut bentuknya beragam mulai dari bulletin, surat kabar harian, majalah, radio dan televisi

Pada 25 Januari 1855, di Surakarta terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa krama inggil, bernama Bromartani. Di Bandung terbit surat kabar Medan Prijaji pada 1907.  Surat kabar berbahasa lokal tersebut menjadi contoh peran melestarikan identitas kultural.

Semenjak masa revolusi, media lokal sudah mengambil peran nyata bagi beragam kepentingan bangsa. Keberadaan pers lokal di masa revolusi memiliki beragam fungsi seperti membagikan beragam informasi perjuangan, propaganda revolusi dan menguatkan simpul identitas kebangsaan.

Salah satu identitas yang dikuatkan adalah membentuk Jiwa republiken. Pada masa tersebut, ‘republiken’ merupakan identitas yang meneguhkan semangat meraih kemerdekaan.

Setelah proklamasi kemerdekaan, media lokal menekankan pentingnya dukungan terhadap pemerintahan saat itu. Dukungan tersebut merupakan bagian dari upaya mempertahankan kemerdekaan yang telah diperoleh.

Perjalanan kehidupan kebangsaan di era orde lama, orde baru dan pergolakan pascareformasi tidak melunturkan peran media lokal dalam membangun identitas kebangsaan. Mereka terlibat aktif dan menjadi bagian penguatan nasionalisme kebangsaan.

Di era milenial ini peran pers lokal dalam membangun dan mempertahankan identitas kultural sangat penting. Peran nyata tersebut dilakukan dengan mengangkat konten lokal. Penelitian (Rahem dan Pawanteh, 2010) menunjukkan bahwa pertumbuhan industri konten lokal berperan dalam membangun identitas kultural. Nilai-nilai sosial, gaya hidup, dan norma yang menjadi materi konten lokal akan membangun identitas kultural.

Aspek lain yang tidak kalah penting adalah penggunaan bahasa daerah dalam konten lokal. Penelitian (Andryani, 2015) menunjukkan bagaimana bahasa daerah menjadi bagian penting dari konstruksi identitas kultural.

Pers lokal bisa mengangkat konten lokal dengan bahasa daerah setempat. Selain sebagai diversifikasi isi siaran, mengangkat konten lokal juga menjadi bagian dari mempertahankan identitas kultural. Sejarah nama suatu tempat misalnya, bisa diangkat menjadi konten lokal. Mengingatkan kembali akar munculnya nama suatu tempat sekaligus sejarah yang melingkupinya.

Di beberapa daerah media lokal menempatkan kearifan lokal seagai salah satu konten unggulan. Kekayaan budaya seperti batik menjadi tema konten lokal yang merata di pesisir pantai utara Jawa. Kuliner seperti lumpia, wingko, nasi megana, nasi grombyang, menjadi nama acara di beberapa media lokal.

Ragam budaya seperti tarian, pakaian, syair, lagu daerah bisa melengkapi konten lokal. Agar tidak kehilangan konteks dengan perkembangan jaman maka aktifitas terkini masyarakat juga harus diberitakan. Dikemas dalam bahasa daerah setempat, dikaitkan dengan cara berfikir dan bertindak kultural. Peristiwa terkini dan aktifitas warganya bisa menjadi konten lokal yang memperkuat identitas kultural.

Mubarok, M.Si., Dosen Program Studi ilmu Komunikasi Unissula Semarang