SUKOHARJO (SUARABARU.ID)– Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mendampingi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, meresmikan desa Jatisobo di Kabupaten Sukoharjo, sebagai desa inklusif.
Desa binaan Unversitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) bersama Kemendes PDTT ini, diharapkan mampu menjadi percontohan desa inklusif atau desa yang menampung semua keadaan penduduknya di Indonesia.
Acara peresmian yang digelar di Balai Desa Jatisobo, Kamis (19/11/2020) itu, dilakukan dengan sederhana dan menggunakan protokol kesehatan ketat. Tamu undangan dibatasi, dan semuanya wajib memakai masker serta berjarak.
BACA JUGA : Ribuan Produk Fesyen Ramaikan UKM Virtual Expo II
”Saya sangat senang, bangga sekaligus bahagia dengan pencanangan Desa Jatisobo menjadi desa inklusif. Karena, desa inklusif sangat dibutuhkan di Indonesia, dan harus terus dikembangkan,” kata Abdul Halim Iskandar.
Ditambahkan dia, desa inklusif merupakan representasi dari kebhinekaan bangsa Indonesia. Dengan desa inklusif, maka semua perbedaan yang ada di desa tidak menghalangi masyarakatnya untuk membangun bersama.
”Kalau semua desa di Indonesia ini saling menghormati, menghargai, mengakomodasi, saling memiliki dan semuanya terlibat, maka akan sangat indah. Siapa pun dia, tanpa memandang apa warna kulitnya, sukunya, apakah difabel atau tidak, semuanya dapat berkontribusi membangun desanya masing-masing,” tambahnya.
Abdul Halim menyebutkan, desa inklusif akan terus dikembangkan di Indonesia. Saat ini, sudah ada banyak desa yang menjadi desa inklusif, namun UGM dan Kagama ingin membantu dengan cara baru.
Replikasi
”Ini akan kami jadikan pilot project untuk program desa inklusif lainnya. Desa-desa lain harapannya bisa mereplikasi pada desa inklusif yang sudah berjalan, sesuai dengan kearifan lokal masing-masing,” pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah yang juga Ketua PP Kagama, Ganjar Pranowo akan menjadikan Desa Jatisobo sebagai percontohan. Sehingga, desa-desa lain di Jateng dapat mereplikasi untuk menjadikan desanya masing-masing lebih inklusif.
”Tentu saja yang paling penting dari desa inklusif ini adalah, semua terlibat. No one left behind, jadi semuanya dilibatkan, khususnya penyandang disabilitas, kelompok perempuan dan anak,” jelasnya.
Dengan konsep desa inklusif itu, Ganjar berharap desa-desa di Jateng dan Indonesia, bisa membangun desanya dengan bersama-sama. Tidak ada lagi bicara soal apa suku, agama, ras, bahkan kondisi fisik.
Jaminan Kesehatan
”Kalau itu dilakukan, maka proses penyusunan program akan lebih baik. Ada representasi semua warga, ada akomodasinya, sehingga masyarakat akan jadi senang,” pungkasnya.
Sedangkan Kepala Desa Jatisobo, Darmanto mengungkapkan, total ada 85 difabel di desanya itu. Selama ini, mereka selalu diberikan bantuan dan difasilitasi ternak sapi.
”Setiap rapat, mereka juga kami libatkan. Kami juga memberikan kesempatan pada mereka untuk terlibat di PKK, Pokja, Posyandu dan semua kegiatan lainnya,” tegasnya.
Untuk aksebilitas, pihak desa juga telah memfasilitasi para difabel mendapatkan jaminan kesehatan dan pendidikan. Sejumlah dana desa juga digunakan untuk membantu para penyandang disabilitas itu.
”Dana desa sudah kami gunakan untuk pengembangan warga difabel sejak 2018 lalu. Sampai saat ini masih terus berlanjut,” paparnya.
Hery Priyono-Riyan