Oleh: Amir Machmud NS
”BOROBUDUR, kami (tetap) datang…”.
Imajinasi ungkapan “kesetiaan” ini, kiranya patut disampaikan untuk penyelenggaraan Borobudur Marathon 2020. Ada keterbatasan, itu pasti, karena kondisi pandemi cvid-19 tak mudah berkompromi. Kenormalan kehidupan bertransisi ke normal baru atau beradaptasi ke perilaku baru. Tetapi bahwa ada semangat yang tetap membuncah, bukankah ini adalah bukti betapa event ini punya nilai strategis sport-tourism yang sulit tersamai?
Udara sejuk membalut pedesaan di seputar Candi Borobdur. Di pagi dingin 15
November tadi, para pelari elite peserta marathon tahunan berpacu keringat mengelilingi kompleks candi. Mereka bagai menjalani “ritus” marathon yang pada tahun ini digelar dengan pembatasan ketat. Pandemi Covid-19 memaksa penyelenggara untuk menerapkan protokol kesehatan dengan segala kreasinya. Tak seingar-bingar tahun-tahun sebelumnya, tetapi Bormar 2020 tetap ada!
Bormar tetap ada, itulah sejatinya pesan eksistensial yang disampaikan oleh Yayasan Borobudur Marathon bekerja sama dengan event organizer (EO) Kompas Group. Kreasi-kreasi untuk tetap digelar dalam keterbatasan kondisi pandemi menciptakan sejarah tersendiri, bahwa major marathon itu sejak 2013 mengalami aneka perjalanan dan ujian, termasuk pada tahun 2020 ini.
Pergulatan di Taman Lumbini
Candi Borobudur, yang sejak masa-masa pandemi juga melakukan pembatasan
kunjungan, pagi tadi menyemburatkan “magi”-nya. Karisma candi kreasi “insinyur” Empu Gunadharma pada 824 M di masa kepemimpinan Raja Mataram Samaratungga dari wangsa Sanjaya itu tampak memancar, ketika para pelari mencurahkan fokus berlomba di Taman Lumbini. Pelataran candi pun bagai lap balap mobil atau MotoGP dengan runners yang berputar-putar menempuh jarak persyaratan marathon 42,195 km.
Muncul suasana eksotis tersendiri, karena pada tahun-tahun sebelumnya para pelari melewati keelokan pedukuhan-pedukuhan wisata di sekitar Borobudur. Momen menjadikan kompleks candi sebagai lap atau putaran, bagaimanapun bakal meninggalkan kesan tersendiri.
Bagi Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An, menjaga keberlangsungan
event ini merupakan komitmen untuk memperkuat sport tourism di Tanah Air. Marathon yang diimpikan berjajar dengan majors marathon dunia itu, telah menjadi peristiwa olahraga-pariwisata terkemuka. ”Saya tetap berkomitmen merawat tanggung jawab moral menggaungkan keagungan Candi Borobudur, memperkenalkan Magelang, dan Jawa Tengah di panggung internasional,” tutur pengusaha ayam ini.
Kuncinya adalah tanggung jawab dan kreasi. Ide-ide Gubernur Jawa Tengah Ganjar
Pranowo untuk “harus bagaimana dan bagaimana”, “harus tetap aman dan aman”, menjadi penyemangat bagi yayasan dan EO. Kombinasi “virtualisasi kegiatan” dengan kehadiran secara fisik, memunculkan kecerdasan pengemasan event sebagai realitas. Bukankah ini adalah kondisi yang memang harus dihadapi, dan kita tidak boleh menyerah dengan memberi jalan keluar melalui ide-ide segar?
Memang dampak ekonominya tidak sedahsyat event tahun-tahun lalu. Tidak terasa lagi hotel, homestay, balkondes, dan rumah-rumah penduduk yang sudah fully booked sejak berbulan-bulan sebelumnya. Ekonomi riil di sektor kuliner tidak seriuh biasanya. Juga UMKM yang tidak semenggeliat tahun-tahun silam. Ketika hampir semua sektor dan bidang kehidupan terdampak kelesuan karena Covid-19, tentulah tetap eksisnya Bormar 2020 merupakan berkah yang menyulut harapan tersendiri.
Ya, itulah nyala api yang tetap dijaga oleh para pemangku kepentingan Borobudur Marathon, bahwa apabila tahun depan pandemi sudah berlalu, maka kegairahannya bakal kembali terpulihkan. Atau ketika kita masih harus menjalani adaptasi perilaku baru, maka sudah ada pengalaman penyelenggaraan pada tahun ini. Dan, pastilah muncul kreasi-kreasi baru.
Warga masyarakat boleh jadi tidak menyambut Bormar 2020 ini dengan keingar-
bingaran dan optimisme menangguk dampak kuat ekonomi. Namun, yang patut dihapahami, ini adalah masa-masa transisional. Catatlah, agenda sejumlah marathon dunia seperti London, Boston, Berlin, New York, Chicago, dan Paris Marathon malah diurungkan karena virus Corona.
Artinya, Bormar terbukti tetap mampu menjaga eksistensinya. Dan, bukankah ini
adalah ekspresi optimisme betapa Indonesia punya solusi yang anggun? Borobudur tetap siap menyambut Anda, dan Anda pun merespons dengan penuh semangat, ”Kami datang…”
Amir Machmud NS, wartawan SUARABARU.ID, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah