blank
Syarif Abdillah (Ketua Fraksi PKB/DPRD Jateng). Foto: hery priyono

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2020, meski tidak dirayakan dengan berbagai seremoni seperti biasanya akibat pandemi covid-19, momentumnya tetap tidak boleh hilang dalam rangka mengingat, mempelajari, dan meneladani para kiai dan santri terdahulu.

”Hari Santri sejak diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada 2015, bertujuan sebagai penghargaan terhadap jasa para kiai dan santri, dalam mengawal kemerdekaan. Dan bakti santri yang sangat besar bagi negeri ini,” ujar anggota DPRD Jateng, Syarif Abdillah, Kamis (22/10/2020), mengomentari peringatan HSN kali ini.

Menurut Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga anggota Komisi B DPRD Jateng ini, penetapan HSN tiap tanggal 22 Oktober itu, disesuaikan dengan tanggal bersejarah pada tahun 1945, yaitu keputusan Resolusi Jihad dari para kiai dan santri se-Jawa dan Madura.

BACA JUGA : Saatnya Santri Berjihad Sejahterakan Umat

”Selama dua hari, tanggal 21 sampai 22 Oktober pada tahun 1945, para kiai dan santri se-Jawa dan Madura berkumpul untuk memikirkan bangsa ini, supaya terbebas dari para penjajah. Perkumpulan yang melahirkan Resolusi Jihad itu, telah mengubah nasib bangsa, dari yang masih berada dalam cengkeraman penjajah, menjadi merdeka sepenuhnya,” paparnya.

Syarif mengatakan, para kiai, santri dan masyarakat pesantren secara umum sejak dahulu, tidak hanya memikirkan dan mengabdi kepada umat dalam keagamaan semata. Lebih dari itu, juga turut memikirkan bangsa ini secara keseluruhan, persoalan ekonominya, politik, dan yang lainnya.

Dirinya menegaskan, kiprah para kiai dan santri dari dahulu bersifat keumatan. Karenanya, hampir semua kiai dan santri selalu menjadi rujukan masyarakat dalam segala persoalan.

”Kita bisa menyaksikan di berbagai daerah, masyarakat selalu meminta kepada para kiai untuk memberikan solusi atas segala problematika yang dihadapi. Jadi para kiai ini tidak hanya mendidik masyarakat dalam bidang keagamaan, tapi dalam banyak hal. Ini tentu menjadi tugas besar yang harus diikuti para santrinya,” jelasnya.

Juru Damai
Anggota dewan dari daerah pemilihan Banyumas dan Cilacap itu, lebih jauh menjelaskan, ada banyak persoalan di masyarakat yang dapat diselesaikan dengan baik oleh para kiai dan santri. Misalnya, perbedaan pemahaman agama, pilihan politik, dan yang lainnya.

Menurut dia, para kiai dan santri di masyarakat menjadi titik temu dan juru damai dari berbagai perbedaan. Peran para kiai dan santri dalam membimbing masyarakat yang plural, sangat diperlukan sekali.

”Setiap kali ada perbedaan atau perselisihan, para kiai bisa menjadi penengah atau mediator, juru damai,” ulas dia lagi.

Hal ini, kata dia, seperti pesan yang disampaikan salah satu pendiri pondok pesantren tertua di Indonesia, Ponpes Lirboyo Kediri kepada para santrinya, bahwa santri harus bisa menjadi seperti paku di masyarakatnya.

”Maksudnya, paku itu bisa merekatkan semua kayu yang beukuran besar dan kecil, yang mengarah ke kanan, kiri dan yang lainnya, semua bisa direkatkan. Nah, santri harus begitu, mempertemukan dan merukunkan masyarakat dengan beragam kepentingannya dalam satu ukhuwwah atau persaudaraan,” pungkasnya.

Hery Priyono-Riyan