blank

BULAN puasa memang saat yang ditunggu-tunggu. Ini mengingatkan Djo Koplak pada saat masih kecil, di desa dulu. Dia ikut neneknya ke ladang untuk memetik berbagai jenis rempah-rempah seperti cabe dan kemukus, yang tanamannya merambat di pohon mlandhing atau petai cina. Selain itu juga ada kapulaga. Tanaman rempah-rempah ini memang merupan tanaman tumpangsari.

Belum usai memetik rempah-rempah itu, Mbak Putri melihat pohon salak yang ditanam di pinggiran sebagai batas dengan ladang tetangga. Rupanya salak-salak itu sudah banyak yang matang. Tetapi maklum saja, itu salak lokal yang tidak semuanya manis. Kadang juga masih ada yang belum matang, sehingga untuk memetik harus dicicipi dulu.

Kemudian Mbah Putri mengajak Djo menuju rumpun pohon salak. “Djo, mengko salake salake diklumpukke ya. Simbah sing ngundhuhi (Djo, nanti salaknya dikumpulkan ya, Simbah yang memetik),” kata Simbah.

Djo melihat bagaimana Mbah Putri memetik satu buah salah, kemudian salak dengan pisau diiris sedikit, dan dijilat. Setelah menjilat satu, kemudian buah-buah lainnya dipetik dan langsung dikumpulkan oleh Djo.

Kemudian Djo melihat lagi Simbah menjilat buah salak, tetapi kemudian membuangnya, dan pindah ke pohon lain. Setelah menjilat kemudian ada yang langsung dipetik, tetapi ada yang yang ditinggalkan setelah salak yang dijilat dibuang.

Lama-lama Djo pingin juga mencicipi salak-salak itu. Ketika mengupas salak, tiba-tiba Mbah Putri mengingatkan, “Lho, kowe ki pasa. Kok ngonceki salak, arep mokah pa? (Lho kamu kan puasa, kok mengupas salak, mau batal ya?” katanya.

Djo pun sadar, kalau dia sedang berpuasa. Lalu tiba-tiba dia berujar, “Lha Mbah Putri rak nggih siyam, kok ndilati salak. (Lho Mbah Putri kan juga puasa, kok tadi salaknya dijilati)?”

Dengan kalem Mbah Putri yang sangat salehah, rajin salat lima waktu, wiridan, dan tentu saja menjalankan ibadah puasa itu menjawab, “Ora papa, rak ora tak mamah, ora tak leg. Timbang salake digawa bali sepet kabeh. (Nggak papa, kan tidak kukunyah dan tidak kutelan. Daripada nanti salak dibawa pulang tetapi semuanya sepat).”

Djo tak habis mengerti, apa yang dilakukan Mbak Putri itu batal atau tidak. Kenangan itu selalu diingat oleh Djo Koplak, setiap kali bulan puasa datang.

Widiyartono R