Oleh Amir Machmud NS
DUA puluh lima daerah di Jawa Tengah cukup baik dalam memanfaatkan teknologi informasi (IT), dan sisanya berkategori sangat baik dalam ngi-ti (menggunakan IT). Kesimpulan dari Inixindo Yogyakarta itu diikuti kesimpulan lainnya bahwa Gubernur Ganjar Pranowo menjadi role model digitalisasi penyelenggaraan pemerintahan.
Keteladanan digital ini, menurut Andi Yulianto dari Inixindo Yogyakarta dalam Forum Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah, 27 Februari 2020 lalu, memang harus dimulai dari alur komando yang top down, masih sulit dilakukan secara bottom up. Menumbuhkan watak e-government membutuhkan pembangunan sistem untuk mentransformasinya sebagai kultur baru birokrasi.
“Watak digital” ini, pada akhirnya bakal merupakan muara dari penyelenggaraan birokrasi pemerintahan yang akrab dengan sikap kasual. Komitmen itu diwujudkan dengan kemauan memperpendek alur mata rantai pelayanan, kesiapan menerima aduan dan cepat merespons, menyikapi aduan sebagai kritik langsung, tidak menunda penyelesaian masalah, mengakuntabilitaskan sikap pelayanan, serta menciptakan budaya keberpihakan kepada solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi rakyat.
Sejak dari awal periode pertama kepemimpiannya pada 2013, Gubernur Ganjar berusaha tampil sebagai pemimpin kasual yang meniadakan aneka sekat. Kanal laporgub.jatengprov sebagai kesiapan menerima pengaduan pelayanan publik bergerak bukan hanya sebagai simbol, tetapi secara lebih jauh merupakan cikal bakal penyelenggaraan sistem e-government di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Ganjar mengakui sempat berlangsung gegar budaya terkait dengan adaptasi sikap di lingkungan birokrasi, bahkan menimbulkan resistensi; namun the show must go on, dan kini kanal aduan itu menjadi starting point dalam membangun budaya keberpihakan kepada pelayanan masyarakat yang berbasis digital.
Saya mengamati, dari aduan-aduan yang masuk dan model-model penyelesaiannya, keikhlasan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pamong praja yang bersikap melayani banyak didorong oleh tuntutan “keharusan” segera mencari solusi dan langkah-langkah penuntasannya. Dengan Gubernur “men-deadline” rentang waktu eksekusi persoalan yang diadukan, secara mekanik aparatus di bawahnya tidak mungkin mencari-cari dalih untuk menunda atau menomorsekiankan penyelesaian.
Budaya Pelayanan Digital
Sikap awal yang bersifat top down ini diketengahkan sebagai rangkaian membangun budaya pelayanan berbasis digital. Semua keluhan publik yang muncul bisa saling dikontrol, termasuk oleh masyarakat melalui dinamika komunikasi di platform-platform media sosial. Kondisi demikian inilah yang membutuhkan keberadaan seorang penghela yang kuat, tekun, telaten, akrab IT, dan konsisten. Penghela itu, pada konteks penyelenggaraan birokrasi pemerintahan provinsi, barang tentu adalah gubernur sebagai role model dan pucuk keteladanan.
Pada sisi lain, sebagai teladan digital, Gubernur juga menyisipkan pesan edukasi pelayanan publik. Misalnya ketepatan kepada siapa varian aduan itu harus disampaikan, juga bagaimana alur prosedur eksekusi materi yang diadukan. Edukasi lain adalah sikap saling menghargai antara masyarakat pengadu dengan otoritas yang terkait dengan aduan tersebut. Sikap respek itu akan tercermin dari kemasan bahasa pengaduan. Dalam beberapa segi, pengadu terkadang menyampaikan pesan dengan bahasa yang keras dan cenderung kasar, dan secara telaten hal itu direspons Gubernur melalui gaya komunikasi yang edukatif.
Keteladanan digital itu juga melekat dalam citra pemerintahan elektronik Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang dimulai sejak menjadi Wali Kota Bandung, Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan, juga sejumlah pemimpin daerah lainnya. Tentu masing-masing punya karakteristik sikap yang membedakan, namun dengan komitmen yang sama untuk melakukan short cut dalam pelayanan publik.
Pada sisi lain, komitmen pengelolaan kanal aduan bisa menjadi lahan subur dari perspektif kehumasan. Secara personal, tentu merupakan ruang public relationship yang kuat untuk Gubernur, sedangkan secara kelembagaan bisa meningkatkan citra kinerja pemerintahan. Penyelesaian sejumlah aduan yang memiliki news value bisa diangkat sebagai materi publikasi ke media mainstream. Segi-segi inilah yang mestinya dikelola dan diangkat oleh akses Dinas Komunkasi dan Informatika yang berkolaborasi dengan Bidang Humas Pemprov Jateng.
Peluang ini akan banyak membantu public relations kehumasan pemprov untuk mengemas “pencitraan berbasis kinerja”. Atau, inilah sebenarnya realitas pencapaian kinerja yang perlu disampaikan kepada masyarakat, yang langsung terkemas secara natural tanpa harus membungkusnya dengan model-model pencitraan yang ber-taste verbal.
Amir Machmud NS, wartawan senior, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah