blank
Suasana diskusi, dari kiri host Myra Azzahra, Dr KH Ahmad darodji Msi dan paling kanan KH Hanief Ismail Lc.

SEMARANG – Ketua umum Masjelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah Dr KH Ahmad Darodji MSi menegaskan, umat muslim banyak yang berikrar berkeinginan menunaikan ibadah haji. Berharap segera dipanggil Allah SWT. Namun, keinginan tersebut baru sebatas lisan, belum disertai ihtiyar yang konkret, misalnya dengan mendaftar haji atau menabung terlebih dulu untuk memenuhi syarat mendaftar.

“Saya sering mendengar keinginan umat Islam untuk berhaji, namun ketika saya tanya apakah sudah mendaftar? Dijawab belum. Bila belum mampu mendaftar apakah sudah berusaha menabung sedikit demi sedikit, juga dijawab belum. Ini artinya, niatnya belum serius,” tandasnya dalam dialog interaktif yang disiarkan live oleh TVKU, pada program Ulama Menyapa, Senin (15/7/2019).

Dialog bertema amalan-amalan ibadah di Tanah Suci untuk menggapai haji mabrur, dipandu host Myra Azzahra, juga menghadirkan Ketua Takmir Masjid Agung Semarang (MAS), KH Hanief Ismail Lc.

Kiai Darodji menegaskan, ibadah haji sebagai rukun Islam ke 5, yang diwajibkan bagi yang mampu secara fisik, finansial juga dalam keadaan aman. Untuk itu diharapkan umat Islam minimal menegaskan niatnya untuk berhaji dengan sungguh-sungguh lewat minimal gerakan menabung sebagai bukti atas niat tersebut.

“Akad kredit rumah atau kendaraan bermotor yang tidak masuk dalam rukun Islam saja bisa, apalagi ibadah haji sebagai salah satu rukun Islam, kenapa tidak dikhtiari dengan semangat menabung. Bila kita betul-betul berusaha untuk berhaji, Insya Allah, Gusti Allah segera memanggil kita,” tandasnya.

Ditegaskan pula ibadah haji itu sarat dengan nilai filosofi yang dapat dipetik untuk meningkatkan kualitas ketakwaan. Misalnya, perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, dapat diartikan sebagai bentuk sayangnya Ibrahim kepada anaknya. Kemudian Setan berusaha menghalang-halangi niat tersebut sehingga dilempar batu oleh Ibrahim sebagai wujud benci terhadap setan yang selalu menggoda.

Ibrahim sebagai suami, harus meninggalkan istrinya Siti Hajar, yang baru saja melahirkan Ismail juga sebagai ujian. Ketika anak menangis kehausan, ibunya berusaha mencari air dari Bukit Sofa menuju Marwa hingga 7 kali. Hal tersebut mengajarkan kepada kita untuk tidak cepat menyerah dan putus asa. Dari perjuangan itu akhirnya ketemu sumber air yang dinamakan Zam-Zam.

“Ini semua sarat dengan nilai filosofi yang patut diteladani lewat menunaikan ibadah haji,” jelasnya.

KH Hanief Ismail menambahkan, banyak amalan-amalan syarat dan rukun dalam ibadah haji untuk mencapai kesempurnaan dan meraih predikat mabrur. Seperti  ihram, thowaf, sai, hingga wukuf di Arafah diakhiri tahalul. Dari semua itu, yang utama adalah wuquf di Arafah pada 9 Dzulhijah. Lainnya waktu tidak terbatas waktunya selama masih bisa dikerjakan dalam bulan haji.

Kenapa yang terpenting di Arafah, kata Kiai Hanief Ismail, itulah uniknya ibadah haji. Ada ibadah qolbiyah, badaniyah, lisan dan praktik. Haji ini yang terpenting tinggal di Arafah, terkandung maksud ada kesempatan doa-doa yang mustajab yang lebih utama. Bahkan selama di Arafah tidak dianjurkan berpuasa karena hukumnya makruh.

Kiai Darodji juga menegaskan, mabrur terkandung maksud hajinya diterima, perilakunya dinilai bagus sehingga dijamin masuk surga. Haji sebagai kepasrahan diri kepada Allah. Mengenakan ihram warna kain putih dua helai, artinya sama seperti berkafan yang berarti siap mati.

Selama berhaji berkumpul dengan jutaan umat mulsim di penjuru dunia, menunjukkan sikap tidak ada perbedaan. Semua di mata Allah sama. “Bila masih ada yang bersikap membedakan, berarti hajinya tidak mabrur,” katanya.(Suarabaru.id/sl)