blank
Joko Driyono/dok

JAKARTA – PSSI memastikan selalu berkoordinasi dengan pihak kepolisian dalam memerangi kasus pengaturan pertandingan (match fixing). Bahkan, kerja sama itu sudah dilakukan sejak dua tahun lalu. Demikian diutarakan Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono (Jokdri). Menurut Jokdri, federasi sepak bola nasional telah memerangi match fixing jauh sebelum kasus tersebut mencuat ke publik. Bahkan, pada 2017, PSSI sudah membentuk departemen integrity atau departemen integritas untuk menekan praktik-praktik manipulasi skor di semua level kompetisi di bawah PSSI, dari level liga amatir hingga profesional.

“Pembentukan departemen integritas ini sesuai arahan FIFA pada 2017. Tim ini sesuai dengan rekomendasi anggota Komite Eksekutif PSSI. Kemudian terbentuk tim Adhoc. Tim bertugas merespons match fixing dan bekerja sama satu tahun,” ungkap Jokdri. Dalam bertugas, lanjut dia, tim ini bersinergi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Interpol. Menurutd ia, MoU antara PSSI dan Polri beserta Interpol sudah terjalin untuk memerangi kecurangan-kecurangan di lapangan hijau.

Sementara itu mengenai status Iwan Budianto, Jokdri menjelaskan, PSSI mengembalikan status dia sebagai Wakil Ketua PSSI sesuai dengan keputusan Kongres di Surabaya, 10 November 2016. Dia resmi meninggalkan jabatan Kepala Staf PSSI di Kongres tahunan 2019. Selama sepekan ini Komite Eksekutif (Exco) bakal melakukan penjaringan. Muncul nama Umuh Mochtar sebagai salah satu kandidat anggota Exco yang diusulkan Manajer Madura United Haruna Sumitro.

Dalam Kongres tahunan di Pulau Dewata, keputusan besar diambil Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi. Dia memutuskan mundur sebagai ketua umum di tengah aksi ”bersih-bersih” satuan tugas pengaturan skor. Jokdri meminta publik tetap berpikiran positif. “Jangan mengaitkan keputusan Edy dengan skandal pengaturan skor. Semua keputusan dia, harus mendapat respons positif, sebagai babak baru pengelolaan PSSI,” tandasnya. (rr)