blank
Bupati Wonosobo Eko Purnomo SE MM ketika melakukan acara birat sengkolo dengan memercikan air yang diambil dari 7 sumur yang ada di Wonosobo. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

WONOSOBO-Bupati Wonosobo Eko Purnomo SE MM mengatakan kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sangat minim. Masyarakat kini cenderung lebih memilih budaya asing yang dipandang lebih modern dan maju.

Karena itu, pihaknya menghimbau kepada masyarakat agar tetap nguri-uri budaya lokal. Sebab tidak selamanya budaya asing sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan budaya lokal juga bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman.

“Saat ini akulturasi budaya daerah dengan budaya asing tidak bisa dipungkiri. Proses perpaduan budaya memang bisa membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya memperkaya khasanah budaya dampak negatifnya menggerus budaya lokal,” katanya.

Orang nomor satu di Wonosobo tersebut mengatakan hal itu saat memberikan sambutan dalam acara “Pisowanan Agung dan Kenduri 1.000 Tenong dalam Rangka Memperingati Hari Jadi ke-194 Wonosobo” yang dilakukan di Alun-aLun Wonosobo, Rabu (24/7) pagi.

Tema HUT ke-194 Wonosobo yakni “Kelola Potensi, Pemajuan Budaya dan Lingkungan Lestari Menuju Wonosobo Kreatif,” menurut Bupati, selaras dengan semangat mewujudkan Wonosobo yang bersatu untuk maju, mandiri dan sejahtera.

“Guna mewujudkan hal itu, dibutuhkan keyakinan, kedisiplinan dan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat, agar segala kekurangan yang masih mendera dapat menjadi modal bagi kekuatan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah,” sebutnya.

blank
Tenong yang dijaga petugas dari ASN Pemkab dan Perangkat Desa siap dinikmati bersama-sama. (Foto : Suarabaru.id/Muharno Zarka)

Lebih lanjut Eko Purnomo mengungkapkan perjuangan para pendahulu dalam merintis dan membangun berdiri Wonosobo layak untuk diapresiasi dan teruskan oleh generasi saat ini dan yang akan datang. Karena peran pendahulu Wonosobo bisa terus berkembang dan maju.

“Pengalaman para pejuang Wonosobo layak dijadikan sebagai inspirasi dan referensi bagi generasi penerus. Mengingat kondisi lingkungan yang semakin kritis, warga bersama pemerintah bisa merawat lingkungan agar tetap lestari,” paparnya.

Dalam HUT ke-194 Wonosobo, semangat yang diusung adalah mengembangkan potensi lokal dan kelestarian lingkungan. Karena itu, segala ubo rampe terkait kegiatan rangkaian peringatan hari jadi bernuansa alam dan budaya tradisional.

Amanah Berat

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dipartabud) Wonosobo Drs One Andang Wardoyo MSi mengatakan prosesi Pisowanan Agung dimulai dari Pendopo Bupati. Bupati dan Wakil Bupati beserta jajaran Forkompinda lalu berjalan menuju panggung utama di Alun-alun.

Selama perjalanan menuju Alun-Alun orang nomer satu dan dua di Wonosobo tersebut diiringi pasukan bertumbak dan pembawa foto mantan Bupati Wonosobo pertama hingga terakhir. Pembawa kirab panji dan lambang daerah sudah berada di Alun-Alun lebih awal.

blank
Gunungan buah yang dirayah oleh penjunjung menadai selesainya prosesi Pisowanan Agung dalam rangka HUT ke-194 Wonosobo. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

Panji dan lambang daerah yang dibawa unsur Forkompincam Kecamatan Kejajar lalu diserahkan Kepada Bupati Wonosobo Eko Purnomo SE MM, perwakilan Kodim 0707 dan Kapolres AKBP Abdul Waras SIK. Bupati selanjutnya memberikan sambutan dalam bahasa jawa.

Usai memberikan sambutan Eko Purnomo melakukan ritual birat sengkolo dengan memercikan air dengan menggunakan daun dadap ke sekiling panggung. Air yang dipercikan adalah air yang diambil dari tuk (mata air) yang ada di Wonosobo.

“Acara birat sengkala dimaksudkan untuk menghilangkan segala balak dan bencana bagi masyarakat Wonosobo. Selanjutnya pemerintah dan warga setempat senantiasa diberikan keberhakan dan kemakmuran dalam hidupnya,” cetus One Andang.

Birat Sengkolo dilanjutkan dengan kenduri 1000 tenong. Tenong yang dijejer di sisi kanan dan kiri depan panggung utama tersebut dijaga oleh petugas khusus dari unsur organisasi perangkat daerah (OPD), sekolah dan ASN Kecamatan dan perangkat desa.

Tenong yang dibuat oleh OPD, unsur SMA/MA/SMK dan SMP/MTs serta Pemerintah Desa itu, berisi aneka makanan pasar yang dibungkus dengan daun pisang. Jajanan pasar yang dibawa dengan cara disunggi itu selanjutnya dinikmati bersama-sama oleh warga.

“Kenduri tenong dengan cara disunggi ini menggambarkan bahwa seorang pejabat punya tanggung jawab atau beban berat dalam mengemban amanah untuk mensejahterakan rakyat.

Seorang pejabat harus bekerja keras untuk kemakmuran rakyatnya,” ujar dia. Prosesi Hari Jadi ke-194 dipungkasi dengan gerebek gunungan buah. Gunungan buah yang terdiri atas aneka buah-buahan khas Wonosobo itu lalu dirayah oleh pengunjung yang hadir untuk dinikmati secara bersama-sama.

SuaraBaru.id/Muharno Zarka