BLORA (SUARABARU.ID) — Kelompok Tani Hutan dan Gabungan Kelompok Tani Hutan (KTH/Gapoktanhut) se-Kabupaten Blora yang berkantor di Jalan Raya Kamolah Banjarejo Desa Banjarejo RT 001 RW 003 Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora menyampaikan pernyataan sikap di pendopo sedulur Sikep Samin Karangpace, Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Suka cita pesanggem menunggu verifikasi teknis (vertek) oleh KLKH terkait SK KHDPK. Senin, (2/10/2023).
Juru bicara Kelompok Tani Hutan dan Gabungan Kelompok Tani Hutan (KTH/Gapoktanhut) se-Kabupaten Blora, Bagong Suwarsono menyampaikan bahwa sudah berpuluh – puluh tahun warga pinggir hutan hanya bisa jadi pesanggem atau penggarap lahan hutan, padahal mereka menginginkan diakui oleh Negara walaupun syaratnya berat seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.
“Para petani menjawab siap dengan serempak, satu syaratnya yakni jangan sampai ditelantarkan, ketika terbukti ditelantarkan maka seketika itu akan dicabut oleh Presiden,” tegas Bagong Suwarsono.
Tatkala sudah berjuang dan berupaya, lanjut Bagong Suwarsono, mendapatkan pengakuan dari Negara, maksimal satu orang mendapatkan 2 hektar, benar – benar dipelihara dan dimanfaatkan.
“Sanggup?” kata juru bicara Bagong Suwarsono. Yangs erentak disambut para pesanggem dengan jawaban, “Sanggup!”
Pada kesempatan itu, Koordinator Lapangan Kelompok Tani Hutan dan Gabungan Kelompok Tani Hutan (KTH/Gapoktanhut) se-Kabupaten Blora, Moch. Mulgiyanto Mr. menyampaikan bahwa 57 KTH menunggu SK dari Kementerian LHK, terlebih dahulu akan dilakukan validasi terhadap subjek dan objek pada SK.185/MENLHK/SETJEN PSL.0/3/2023 dan SK.192/MENLHK/PSKL PSL.0/3/2023 akan dilaksanakan pada awal Oktober 2023.
“Alhamdulillah 57 KTH meliputi anggota sekitar 20ribu pesanggem, yang kita perjuangkan untuk mendapatkan SK dan Kementerian LHK,” ucap Moch. Mulgiyanto Mr.
Menyoal isu bisa disertifikasi, lanjut Moch. Mulgiyanto Mr., itu penyampaian yang kurang tepat, bukan sertifikat yang benar adalah Surat Keputusan (SK) kelola selama 35 tahun
“Yang benar adalah SK kelola selama 35 tahun,” kata Moch. Mulgiyanto Mr. kepada Suarabaru.id
Ditanya soal ada yang membayar untuk pengurusan SK, Moch. Mulgiyanto Mr. mengatakan itu tidak benar. “Tidak ada yang bayar, program ini memang gratis, ketika ada anggota kami yang jual beli SK silahkan dilaporkan ke kita atau proses hukum,” tandas Moch. Mulgiyanto Mr.
Adapun pernyataan sikap Kelompok Tani Hutan dan Gabungan Kelompok Tani Hutan (KTH/Gapoktanhut) se-Kabupaten Blora dalam pengajuan program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) Perhutanan Sosial sebanyak lebih dari 20ribu pesanggem atau petani penggarap lahan hutan sebagai berikut:
1.Menyambut Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa melakukan kegiatan fasilitasi dan validasi terhadap subjek dan objek pada SK.185/MENLHK/SETJEN PSL.0/3/2023 dan SK.192/MENLHK/PSKL PSL.0/3/2023 akan dilaksanakan pada awal Oktober 2023;
2.Meminta kepada Direktorat Jendral Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa menetapkan KHDPK PS di areal yang diusulkan oleh pesanggem;
3.Meminta kepada Dinas Pangan Pertanian Peternakan dan Perikanan (DP4) Kabupaten Blora atau pihak terkait yang terlibat dalam syarat pengajuan RDKK, untuk segera menyetujui pengajuan program Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang telah diajukan oleh KTH/Gapoktanhut se-Kabupaten Blora; dan
4.Kami Kelompok Tani Hutan atau Gabungan Kelompok Tani Hutan wilayah Kabupaten Blora menolak adanya program Agroforesty Tebu Mandiri (ATM). Kami merasa program tersebut tidak pro petani. Jika lahan hutan beralih menjadi tebu, maka sumber pendapatan petani jagung, padi, polowijo, bio farmaka, holtikultura, dan banyak potensi lainnya hilang. Kami petani sudah menggarap bertahun – tahun sangat dirugikan.
Sementara itu, dalam buku saku verifikasi teknis hutan kemasyarakatan KLHK menyebut, verifikasi teknis adalah untuk mengetahui secara langsung untuk mensinkronkan kondisi lapangan terkait subjek pemohon dan juga objek areal kawasan hutan yang dimohon. Hasil vertek inilah yang kemudian menjadi dasar penerbitan persetujuan pengelolaan hutan kemasyarakatan.
Kudnadi Saputro