suarabaru.id – Sebagian besar masyarakat Jawa tentu sudah tidak asing dengan sosok yang melegenda penyebar agama Islam di tanah Jawa, yakni Sunan Kalijaga.
Beberapa kalangan bahkan sangat mengidolakan sosok Sunan Kalijaga hingga memajang foto beliau di tembok rumahnya.
Sosok Sunan Kalijaga dalam foto atau video film dikenal selalu menggunakan pakaian yang berwarna serba hitam dengan motif surjan, apakah alasannya.
Pakaian yang dikenakan Sunan Kalijaga, nampak berbeda dengan wali-wali lain, yang selalu mengenakan baju serba putih dan bersurban.
Ternyata dari pakaian hitam Sunan Kalijaga mengandung arti dan makna tersendiri, termasuk makna bernegara yang Bhineka Tunggal Ika.
Gus Baha mengatakan Sembilan Wali Songo sebagai penyebar agama Islam di pulau Jawa dan Nusantara, semua baju yang dipakai berwana putih, kecuali Sunan Kalijaga.
“Sunan Kalijaga selalu memakai baju berwarna hitam,” ujar Gus Baha.
“Hal itu sebagai sarana atau media dakwah agar masyarakat pulau Jawa, mau memeluk agama Islam,” tambah Gus Baha.
Dengan mengenakan baju berwana hitam yang bermotif surjan, merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat Jawa.
Kata Gus Baha, dengan metode penyebaran agama seperti itu, menurut cerita turun temurun selalu berbeda pendapat dengan Sunan Ainul Yakin atau Sunan Giri.
“Hal Itu juga menjadi masalah betul saat itu.”
“Sunan Kalijaga sadar bahwa itu merupakan metode yang efektif dalam penyebaran agama Islam,” sambung Gus Baha.
Akhirnya kedua wali itu dipertemukan oleh Kyai paling sepuh saat itu, yaitu Sunan Kudus dan Sunan Ampel agar polemik tidak berkepanjangan. ”Salah satu metode yang lain yang digunakan Sunan Kalijaga menggunakan sarana wayang untuk menyebarkan agama Islam,” tutur Kyai Asal Rembang itu.
Gus Baha mengungkapkan, dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa khususnya daerah Yogyakarta, Solo, menurut cerita lisan turun temurun Sunan Kalijaga tidak mau menyebut sahadat, tetapi diganti dengan sebutan sekaten.
”Tujuannya Jawanisasi Islam,” katanya.
Gus Baha menjelaskan, bagaimana caranya dakwah orang-orang Yogya, Klaten, Solo, golongan tingkir kalau tidak memakai model Sunan Kalijaga “Faktanya sekarang, penyebaran agama Islam di daerah itu berhasil, agama Islam yang sholat juga banyak,” jelas KH Ahmad Bahauddin.
Dalam penyebaran agama Islam oleh Wali Songo, mereka menjalin hubungan yang baik dengan penganut agama lain, bahkan juga menjalin hubungan dengan orang-orang yang tidak baik, misalnya pencuri, perampok, atau peminum,
”Dengan bergaulnya para wali dengan orang tersebut, bukan berarti para wali tidak bisa membedakan antara haq dan yang batil, justru dengan masih terjalinnya hubungan tersebut, maka masih terbuka peluang dakwah kepada mereka,”Jelas Gus Baha.
“Artinya apa, saat kita ekstrem atas nama haq dan batil, mereka malah lari,” tegasnya.
Gus Baha menuturkan teori itu diakui Qur’an, dan teori itu tidak jauh-jauh dari Islam, meskipun kita punya teori lain. ”Metode apapun tidak akan berjalan lancar, atas nama metode, kita akan punya banyak pilihan atau wacana,” Tutur Gus Baha.
Gus Baha juga menjelaskan raja atau penguasa kalau ada keputusan harus ikut garis dakwah, selanjutnya garis ulama dalam konteks bernegara Bhineka Tunggal Ika itu apa,
” Misalkan begini, Indonesia ada Ambon, punya NTT, dulu jika piagam Jakarta dipaksakan dengan syariat islam, pasti mereka akan keluar dari Indonesia.
”Hal ini bukan fatwanya ulama, tetapi sudah fatwanya bernegara,” Jelas Gus Baha.
Gus Baha mengungkapkan kalau syariat Islam formal itu harus dilaksanakan, namun yang dimaksudkan dengan syariat Islam, juga syariat Islam menjaga untuk peluang dakwah.
”Ini teori ulama yang saya pakai, bukan teori pluralisme, dengan demikian kita ada kesempatan berdakwah ke daerah-daerah lain, termasuk NTT, Ambon dll,” ujar Gus Baha.