Oleh: Dr Nuridin MPd
PENDIDIKAN merupakan aspek penting dalam membangun bangsa dan negara. Keberlangsungannya menjadi tanggung jawab semua pihak, terutama pemerintah sebagai pemegang amanah konstitusi.
Di antaranya Undang-Undang Nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan juga memikul tanggung jawab untuk menyiapkan generasi mendatang dengan sejumlah tantangan dan permasalahan yang menyertainya.
Oleh karenanya pendidikan diharapkan mampu menjawab tantangan arus zaman di era globalisasi, jika tidak ingin tertinggal dalam peradaban dunia. Singkatnya, dinamika pendidikan akan berbanding lurus dengan tantangan dan permasalahan yang dihadapi bangsa.
Maka mewujudkan negara yang maju dibutuhkan pendidikan yang baik dan maju pula. Pendidikan sendiri memiliki berbagai macam komponen, seperti pendidik (guru), peserta didik (siswa), kurikulum, tujuan sarana prasarana dan lingkungan.
Pendidikan yang baik dapat terwujud ketika semua komponen pendidikan dapat berjalan dengan baik pula. Selain itu, pemerintah sebagai pengatur sistem pendidikan, memiliki peran strategis untuk memberi arahan sistem pendidikan yang berupa kurikulum, standar pendidikan Nasional, alat evaluasi, serta penjamin kualitas dan kesejahteraan guru.
Pada tataran pelaksanaan pendidikan di lapangan, guru sebagai pelaksana langsung pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab tersebut dikarenakan, keberhasilan siswa dipersepsikan berada hanya pada guru semata.
Namun demikian, posisi tersebut tidak serta merta menjadikan guru menjadi profesi yang banyak diminati. Hal tersebut dikarenakan, masih rendahnya penghormatan terhadap status guru perihal kesejahteraan hidup.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan hidup terus bertambah sehingga menyebabkan guru harus berusaha untuk menjalankan fungsi ganda sebagai pendidik dan pencari nafkah hidup. Hal tersebut menyebabkan guru tidak hanya dituntut untuk mengajar dengan penuh tanggung jawab, namun juga dapat memperoleh penghasilan di luar sekolah.
Pada masa sekarang, guru tidak hanya dituntut untuk pandai mengajar di kelas, namun juga mempunyai kemampuan dan keilmuan yang layak untuk mengajar. Terlebih di era yang serba digital ini, guru benar-benar dituntut memilki empat kompetensi, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-undang Nomer 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, serta Peraturan Pemerintah Nomer 74 tahun 2008 yang telah diubah menjadi PP Nomer 19 tahun 2017 tentang Guru.
Empat kompetensi sebagaimana dimaksud adalah, kompetensi kepribadian, kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Khusus kompetensi sosial, maka guru di antaranya dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis.
Guru dituntut mahir untuk berkomunikai secara lisan ketika mengajar di kelas, sehingga mampu memberikan pemahaman pada siswa terhadap pelajaran yang diberikan. Juga dituntut mampu berkomunikasi secara tertulis, melalui karya tulis berupa artikel, buku, modul dan semacamnya.
Pertanyaannya, apa di antara ikhtiar yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru terutama kemampuan menulis, sehingga memenuhi syarat untuk disebut sebagai guru profesional yang memiliki kompetensi sosial?
Pelatihan Menulis
Sebagaimana telah disebutkan di atas, keberadaan guru sebagai sumber daya insani pendidikan merupakan elemen penting.
Nuridin (2021: 38) dalam artikelnya yang dikutip dari Journal of Advanced Multidisciplinary Research (http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/JAMR/article/view/15884) menyebutkan, ‘Human resources are the main element of the organization compared to other elements such as capital, technology, and money because humans themselves control the others. Talking about human resources such as stretegic planning, management development and organitzational development‘. Mengingat strategisnya unsur guru dalam pendidikan, maka ikhtiar peningkatan kualitas menjadi sebuah keharusan.
Namun sayangnya, di kalangan guru dan pendidik menulis artikel masih menjadi masalah. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor. Seperti rendahnya motivasi, keterbatasan motivator, banyaknya perangkat pembelajaran yang harus disiapkan, keterbatasan media publikasi, sedikit kegiatan lomba menulis, dan rendahnya stimulus untuk membudayakan menulis. Keenam hal tersebut menyulitkan dalam menghasilkan karya yang layak dipublikasikan (Paimun, 2020:29).
Keadaan inilah yang mendorong Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) memberikan bekal Pelatihan Penulisan Buku Ajar Berbasis Nilai-Nilai Islam. Pelatihan ini merupakan salah satu implementasi Budaya Sekolah Islami, terutama pada penguatan ilmu, yakni semangat iqra/membaca.
Pelatihan yang diikuti oleh para guru Sekolah Dasar di lingkungan YBWSA ini, memiliki target (output), tersusunnya buku ajar sesuai Kurikulum 2013 yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam.
Penyelenggaraan pelatihan ini juga merupakan pengejawantahan dari amanat UU Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama Pasal 3 yang mengatur tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Dalam pasal tersebut tertulis bahwa, ‘tujuan pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab’.
Menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia, sudah barang tentu dilakukan melalui proses pendidikan yang mengajarkan mata pelajaran yang penuh dengan muatan-muatan nilai-nilai agama. Dan muatan nilai-nilai agama tersebut diwujudkan dalam buku ajar yang komprehensif, yang memuat nilai-nilai agama (Islam) dalam konten maupun proses pembelajaran yang berlangsung.
Guru Profesional
Maka melalui pelatihan ini diharapkan, para guru benar-benar memiliki profesionalitas sebagaimana yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan tuntutan guru untuk layak disebut sebagai profesi dalam dunia kerja. Ditambahkan pula, istilah profesi memerlukan adanya unsur profesional dalam melakukan profesi tersebut.
Sikap profesional guru ditunjukkan dengan mendedikasikan diri secara penuh demi kepentingan pendidikan di sekolah. Mengingat makna profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi (UU 14/2005 Pasal 1 Ayat 4).
Melalui kompetensi sosial yang dimiliki guru, baik kompetensi sosial yang berkaitan dengan ketrampilan komunikasi lisan maupun tertulis, guru diharapkan mampu membangun hubungan harmonis yang bernuansa keilmuan dengan para siswanya.
Hubungan harmonis dengan siswa penting sekali untuk dibangun, karena akan mempersempit kesenjangan psikologis antara guru dan siswa. Mengingat jika kesenjangan psikologis masih kuat, tentu akan berpengaruh terhadap semangat dan motivasi belajr siswa.
Sebaliknya, jika hubungan antara guru dengan siswa berlangsung harmonis, akan berpengaruh terhadap kondisi psikologis siswa, yang pada gilirannya motivasi belajar siswa juga semakin baik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hamzah B Uno (2011:16) yang menyebutkan, beberapa prinsip agar guru dapat melaksanakan tugas secara profesional, di antaranya, (a) Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan, serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervarias, (b) Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, (c) Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari, (d) Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik, dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati atau meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya, (e) Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas.
Dengan demikian, maka melalui pelatihan penulisan buku ajar tersebut akan terbangun sikap profesionalitas guru, terutama dalam memenuhi tuntutan kompetensi sosial.
Output dari pelatihan tersebut adalah, tersusunnya buku ajar yang dapat dipahami oleh siswa, dan mampu diterangkan oleh guru secara lisan di kelas. Sehingga baik ketrampilan lisan maupun tulis dapat berlangsung secara seimbang, komunikasi berlangsung efektif, dan yang tidak kalah pentingnya adalah, terbangun hubungan harmonis antara guru dan siswa.
Wallohu’alam bishshowab…
— Dr Nuridin MPd Dosen PGSD FKIP Unissula —