KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)- Kesenian Jaran Papat ( kuda lumping yang dimainkan hanya empat orang) harus dipentaskan pada awal bulan Syawal di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
“Tarian Jaran Papat merupakan tarian yang dipentaskan hanya dua kali dalam setahun. Yakni saat acara Merti Dusun yang dilaksananakan setiap Bulan Sapar ( kalender Jawa) dan 1 Syawal,” kata salah satu tokoh masyarakat Dusun Mantran Wetan, Supadi Haryanto.
Supadi mengatakan, pementasan kesenian Jaran Papat tersebut merupakan pentas pembuka dari semua kesenian yang hidup dan berkembang di dusun yang ada di lereng Gunung Andong.
“Di Dusun Mantran Wetan ini , ada kepercayaan tidak boleh ada kesenian lain yang pentas, sebelum Jaran Papat dimainkan,” katanya.
Menurutnya, pementasan kesenian tersebut juga untuk nguri-uri ( melestarikan ) kesenian yang adhiluhung dan berkembang sejak ratusan tahun silam.
Penari Lansia
Ia menambahkan, pementasan kesenian kuda lumping dengan ciri khas penarinya hanya empat orang itu di awal bulan Syawal tersebut, dilaksanakan mulai siang tengah hari.
“ Sebelumnya, masyarakat setempat setelah Salat Idul Fitri kemudian bersilaturahmi dan dilanjutkan dengan pementasan Jaran Papat dari siang hingga sore menjelang Magrib, “ kata Supadi yang juga Ketua Komunitas Lima Gunung.
Selain dimainkan oleh empat orang penari yang rata-rata telah lansia, kesenian Jaran Papat tersebut tetap dipentaskan, meskipun tidak ada yang menonton dan dalam segala kondisi cuaca.
“Kalau hujan turun, biasanya dipentaskan di dalam rumah salah seorang
penduduk,”ujarnya.
Ia menambahkan, meskipun para penarinya semuanya telah lansia, tetapi mereka tetap mewariskan kesenian tersebut kepada anak cucunya. Sehingga, kesenian tersebut tidak akan sirna.
Sementara itu, tarian Jaran papat tersebut menceritakan perjalanan
Prabu Klana Sewandono dari Kerajaan Kediri untuk melamar seorang putri
dari suatu kerajaan di Pulau Bali. Namun, di tengah perjalanan para prajurit tersebut dihadang oleh raksasa dan terjadilah peperangan.
“Tarian ini menceritakan tentang peperangan antara prajurit Klana Sewandono melawan para raksasa. Pada cerita peperangan itu tidak ada yang menang dan kalah. Karena sesungguhnya maknanya yakni peperangan melawan hawa nafsu,” tuturnya Yon