Oleh: Laelina Farikhah
Indonesia Emas merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-20245 dengan visi “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”.
Dan pilar utama yang menjadi dasar keberhasilan Indonesia Emas tersandarkan pada sumber daya unggul, demokrasi yang matang, pemerintah yang baik, dan keadilan sosial (Administrator, 2023).
Tentunya keempat pilar tersebut dapat tercapai hanya dengan satu kunci yaitu membentuk sumber daya manusianya menjadi orang-orang yang memiliki kualitas yang baik baik secara jasmani maupun rohaninya.
Semua berasal dari bagaimana pendidikan yang sekarang mencetak generasi anak-anak bangsa menjadi bibit-bibit sumber daya unggul. Karena demokrasi yang matang, pemerintah yang baik, serta keadilan sosial yang berlaku tidak dapat terlepas dari sumber daya manusia yang unggul juga.
Menjadi PR kita bersama, bahwa ditengah percepatan digitalisasi ini sangat memberikan pengaruh bagi pembentukan karakteristik anak bangsa. Sehingga sangat diperlukan adanya pakem yang dijadikan acuan dalam membentuk karakter anak bangsa saat ini.
7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Peluncuran gerakan tujuh kebiasaan anak Indonesia Hebat yang dilaksanakan pada hari Jumat, 27 Desember 2024 di Jakarta merupakan bagian dari Asta Cita ke-4 dalam visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming.
Tujuh kebiasaan ini terdiri dari bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat (Tim Kerja Data, 2024).
Kebiasaan tersebut diharapkan dapat menanamkan kebiasaan positif sehingga dapat membentuk karakter anak-anak Indonesia yang siap menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter unggul sebagai deskripsi dari sumber daya unggul yang dibutuhkan dalam ketercapaian Indonesia Emas 2045.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti dalam sambutannya memaparkan bahwasannya penerapan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat ini juga bertujuan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional Indonesia yang positif, yang menjadi tanggung jawab bersama-sama baik keluarga, sekolah, masyarakat, dan media.
Peran Masyarakat
Kemajuan zaman yang didukung dengan percepatan digitalisasi ini terkadang memberikan dampak buruk bagi anak-anak yang belum dapat memfilter apa pun yang disajikan di media sosial.
Alhasil rasa ketergantungan atau kecandauan terhadap smartphone semakin meningkat sehingga memberikan pengaruh terhadap kedisiplinan, bersosial dengan teman sebaya, bahkan mengurangi nalar kritis anak-anak pada zaman ini.
Jika di rumah, di sekolah, di lingkungan bermain, bahkan media yang mereka asumsi berisi ajakan mengenai kebiasaan ini, maka lambat waktu, kebiasaan tersebut dapat diterapkan dibawah alam sadar mereka.
Dan terbentuklah karakter anak-anak yang memiliki jiwa spiritual yang tinggi, kedisiplinan, emosional yang stabil, pemikiran yang kritis, dan rasa empati yang tinggi terhadap sesama.
Tentunya hal ini tidak hanya dibebankan kepada kalangan anak-anak saja, namun juga harus dibebankan kepada kalangan dewasa maupun orang tua. Sebagus apapun gerakan yang dicanangkan untuk anak-anak, tidak bisa dikatakan berhasil jika tanpa contoh dari yang lebih tua.
Karena pada usia anak-anak, mereka akan melihat, mendengar, mengamati, merekam, serta meniru apa yang ada di sekitar mereka (Rahmawati, 2020)
Maka keberadaan lingkungan yang mendukung ini lah yang dibutuhkan anak-anak dalam membiasakan kebiasaan ini dalam sehari-harinya.
Peran orang tua, guru, dan masyarakat sekitar tidak hanya memberikan informasi dan nasehat saja, namun turut memberikan contoh nyata. Dan alangkah baiknya gerakan ini tidak hanya diterapkan untuk anak-anak Indonesia hebat saja, namun seluruh manusia-manusia hebat Indonesia.
Agar ke depannya Indonesia Emas 2045 benar-benar didukung penuh oleh sumber daya manusia yang unggul dari kalangan anak-anak hingga lanjut usia.
Laelina Farikhah, Guru Pondok Pesantren Modern Zam Zam Muhammadiyah Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah