Catur Pramudito Damarjati
SETIAP orang pasti pernah njungkel. Baik itu orang jahat yang kerjaanya memang njungkal njungkel, atau orang alim yang pandai menggaet ribuan pengikut.
Tentu bukan karena mereka mau bertindak demikian, sebab sudah sesuai fitrah dan patronnya, bahwa makhluk bernama manusia memanglah tempat salah dan dosa.
Baik ia seorang kiai, alim, serba berbusana putih dan sengaja pakai kopiah setiap ketemu tetangga atau bahkan seorang bandar narkoba yang kejamnya kelewatan mereka pasti pernah terjerembab di kubangan pada situasi yang tak diinginkan.
Tentu dengan memahami bahwa kesalahan sefatal apa pun adalah lazim bagi manusia mana pun, maka meletakan setiap perkara pada pokok persoalan adalah hal yang utama, selagi ia masih dalam batas-batas kemanusiaan yang wajar.
Begitu pun dengan fenomena slot yang merebak di jantung masyarakat hari ini, terutama pada nadi kaum muda. Pada titik tertentu memang kebodohan semacam itu tak dapat ditoleransi. Namun harus dipahami pula, bahwa kepiawaian mereka yang tetap bergeming dan tawakal menanti kejutan skater itu berada pada suatu kondisi kesadaran yang alpa terhadap realitas.
Mereka semacam orang yang ketiduran. Bukan ketiduran di ranjang atau lincak teras rumah, melainkan di kursi kemudi yang melaju di turunan terjal gigir-gigir perbukitan. Menengok sekejap saja, nyawa taruhanya. Maka ketika berada pada satu situasi yang genting, barulah mata para pemuda itu terbelalak mendapati posisinya persis berdiri di batas jurang.