Apakah orang yang sudah pensiun itu dulu-dulunya kurang tuwakup, tidak tahulah; namun karena saatnya kini telah tiba, ya wis ditrimani, terimalah adanya dan bergeserlah menjadi mempeng pasrah ing Allah, mendoakan bojo anak cucu mantu dan masyarakat luas lainnya. Wahai orang-orang  kang wis tuwa, mari menjadi wong tuwa kang tuwakup, aja tuwilun.

Tuwilun

Tuwilun ini tembung Kawi yang berarti bodho, bodoh. Jadi jelaslah, makna dadia wong tuwa kang tuwakup, aja tuwilun ialah marilah bersikap tua-tua keladi, makin tua makin enak, mempur (empuk), kesed tidak berair.

Baca juga Walik Gereh

Mari menjadi tua yang betul-betul penuh doa dan pasrah kepada Allah. Oleh karena itu hindarkan diri dari tuwilun, sebutlah bertindak bodoh.

Kebodohan semacam apa saja sih yang bisa “dilanggar” oleh orang tua? Howard Whitman berkisah dalam kotbah sederhananya, demikian: Kita belum tentu mendapatkan apa-apa ketika “mengangkat telpon rohani (doa).” Meski begitu, jangan membuang telpon rohani itu.  Hal itu sama saja dengan ketika kita mengangkat tilpon dari seseorang, belum tentu mendapatkan sesuatu.  Namun,  kita pasti tidak akan membuang telpon itu, bukan? Nah Sekarang bayangkan,  pada suatu hari ada telpon dari Bank, dan isi telpon itu memberitahu ada hadiah kejutan dari bank untuk Anda. Telpon akan Anda apakan? Buang?

Pasti tidak, sebaliknya, kita ingin ada tilpon serupa kapan-kapan datang. Jadi, janganlah membuang tilpon rohani meski tidak memberi apa-apa sebagaimana kita inginkan. Tilpon rohani itu seperti kita menabung di bank; tiba-tiba akan ada hadiah kejutan yang tidak pernah kita duga sebelumnya.”

Jadilah tuwa kang tuwakup, aja tuwilun; rajinlah melakukan tilpon rohani, dan kalau tilpon rohani itu tidak memberi apa-apa sesuai yang diinginkan, janganlah bodoh lalu membuang telpon itu. Gusti ora sare bagi yang tuwakup lan ora tuwilun.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University