JEPARA (SUARABARU.ID) – Terdakwa Daniel Frits Maurits Tangkilisan dituntut 10 bulan penjara dengan Pasal 45A ayat (2) jopasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Daniel merupakan pejuang lingkungan di Karimunjawa, yang dilaporkan warga atas delik ujaran kebencian.
“Tuntutan ini jauh dari obyektif dan terasa mengada-ada, sebab ditengarai didasarkan pada unsur ketidaksukaan dan bukan pada pertimbangan hukum relevan,” kata Gita Paulina, pengacara Daniel dari tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Advokad Pembelaa Pejuang Lingkungan, saat konferensi pers Koalisi Nasional Save Karimunjawa yang berlangsung melalui zoom Kamis, 21 Maret 2024.
Perbuatan mengajak, mempengaruhi, menggerakkan dan mengadu-domba yang dituduhkan tidak berhasil dibuktikan dalam persidangan. Semestinya pembuktian atas unsur-unsur tersebut harus terpenuhi, sebagaimana Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, serta Kapolri tentang Pedoman Implementasi UU ITE.
“JPU secara nyata telah mengabaikan pedoman UU ITE tersebut,” jelas Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum. Ada dugaan penggiringan kasus kepada isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), yang mengesampingkan persoalan utama di Karimunjawa yaitu kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambak udang ilegal.
“Kawasan pesisir Karimunjawa alami kerusakan signifikan sejak adanya aktivitas tambak udang,” tegas Yarhanudin Ambon, warga Karimunjawa. Bersama komunitas Lingkar Juang Karimunjawa, Ambon melakukan advokasi penolakan aktivitas tambak udang ilegal untuk kelestarian Kawasan pesisir Karimunjawa.
Berdasar fakta persidangan, tim Koalisi Nasional Save Karimunjawa menilai bahwa perkara ini merupakan tindakan kriminalisasi atau malicious prosecution. Hal ini dikarenakan tuntutan tersebut terasa mengada-ada, sebab disusun secara serampangan, tanpa dasar yang jelas atau dibuat-buat.
Tuntutan ini dinilai justru melanggengkan praktik bisnis ilegal yang merusak lingkungan yang jauh dari kepentingan pemenuhan hak asasi manusia (HAM).
“Ini pembungkaman suara sipil yang difasilitasi oleh negara,” kata Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andi Rezaldy. “Jaksa telah gagal memahami bahwa upaya memperjuangkan lingkungan hidup bisa dilakukan di luar ranah litigasi, seperti penyampaian pendapat di muka umum,” lanjut Didit Wicaksono, Pengkampanye Iklim & Energi Greenpeace Indonesia.
Kasus yang menjerat Daniel ini memunculkan Koalisi Nasional Save Karimunjawa, yang semula masih pada ranah gerakan lokal. Koalisi nasional ini terdiri dari Koalisi Kawal Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (Kawali), Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Public Interest Lawyer Network (PIL-Net), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Lingkar Juang Karimunjawa, Jepara Poster Syndicate, Balong Wani, Walhi Jateng, SAFEnet, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Amnesty International Indonesia, Greenpeace Indonesia dan Aksi Kamisan Semarang.
Hadepe