blank
Ilustrasi adus banyu gege. Foto: Dok/Facebook

Penting bagi orang tua memaknai budaya (Jawa) dalam keluruhuran niat sebagaimana diciptakan. Tradisi memandikan anak dengan banyu gege menyelipkan makna syukur dari orang tua atas anugerah putra/putri yang diterimanya. Rasa syukur yang dimilikinya harus melahirkan tekat dan budi asketik untuk menjaga kesucian ruh bocah.
Anak Polah Bopo Kepradah

Menjalani ritual Tedhak Siten yang menaruh tinggi penghormatan pada generasi penerus sangat perting, namun lebih penting bagi orang tua merancang pengasuhan yang memiliki semangat sebanding atau lebih tinggi dibanding upacaranya sendiri. Artinya rasa syukur atas karunia putra/putri penerus harus vibratif terhadap perjuangan dirinya memberikan yang terbaik padanya.

Sebagaimana beningnya air dan wanginya kembang setaman dalam jamban, pola pengasuhan orang tua harus murni demi anak. Orang tua tidak diijinkan untuk menaruh agenda kepentingan dirinya, termasuk dengan dalih cinta dan kebaikan anak. Artinya bahwa apa yang diberikan kepada anak harus berupa nutrisi kembang setaman yang menyuburkan talenta genetiknya.

Dalam perspektif Ilmu Genetika, takdir genetik bayi sebagai perencana, operasional, ilmuwan, atau bahkan pemimpin harus diterima tanpa resistensi. Orang tua tidak perlu memilihkan yang terbaik (menurut dirinya) karena yang terpenting bagi seorang anak bukanlah takdir peran, namun keseriusan menjalani peran talenta yang dimiliki.

Hal yang semestinya dilakukan oleh orang tua setelah mampu membaca genetik anak adalah memilih pola pengasuhan yang terbaik. Penerapan hukum dan ganjar secara berimbang akan membantu anak untuk mengenali jalan menuju keberadapan jiwanya. Pola tersebut menumbuhkan kesadaran penuh bahwa diri pembelajar memikul tanggung jawab menjaga kemartabatan diri dan pengasuhnya.

Ungkapan Jawa anak polah bopo kepradah harus dipakai dalam kontek yang benar. Keharusan orang tua memenuhi kehendak anak harus dibingkai dalam kerangka norma dan etika. Orang tua tidak serta merta merasa tertuntut untuk meluluskan seluruh permintaan anak, apalagi untuk privilage yang melanggar norma dan etika. Dalam konteks budaya penafsiran Gege dalam Banyu Gege rawan tergelincir menjadi gege mongso yang berarti tidak sabaran.