Pasti ada yang komentar: “Oooooo, jebul yang mung semono, kowe!! Ternyata dirimu hanya sebegitu-begitu saja. Tidak kurang pula orang yang mungkin sampai kepada sumpah serapahnya: “Dasar politisi wingi sore, ……… ……….”
Apa pun komentar dan reaksi masyarakat, rasanya memang dunia politik (praktis) kita masih menghadapi masalah-masalah sekitar penegakan moral lewat moralitasnya. Moral dan moralitas lebih bersangkut-pautan dengan pribadi masing-masing orang yang terlibat di dalamnya.
Sejelek apa pun sistem demokrasi, bagus sekali pun; tetap akan saja hadir orang-orang yang bakal dadi slilit lan dadi klilip manakala moral dan moralitas pribadi-pribadi kurang terfahami secara utuh.
Apa intinya?
Satunya kata dan perbuatan. Bila ada pelanggaran sekecil apa pun atas “satunya kata dan perbuatan” itu, pasti spidometer moral dan moralitas bergerak. Moral dan moralitas itu spidometer, bergerak terus. Sayang, mereka yang dadi slilit dan dadi klilip itu rupanya spidometernya sering tidak dilihat, lebih parah lagi kalau mati.
JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University