blank
Erik ten Hag. Foto: mu

blankOleh: Amir Machmud NS

// tak semudah itu kau temukan titik/ penanda kebangkitan/ dengan orang yang tepat/ dengan momen yang terancang/ waktukah yang akan berpihak/ di cercah cahaya yang tiba?//
(Sajak “Muram Merah Langit Cahaya”, 2023)

OH, hampir. Hampir… Harus bersabar lagikah kami?”

Begitulah, diksi “hampir” seperti sah menghampiri Manchester United di tangan sosok pelatih yang dianggap mampu memberi asa sentuhan magis, Erik ten Hag.

Dengan raihan Piala Liga dan posisi keempat klasemen liga 2022-2023, dia membuncahkan harapan bakal membawa Setan Merah ke performa lebih baik pada musim 2023-2024.

Seperti itukah yang betul-betul terjadi?

Arsenal melaju kencang. Liverpool tampak memulih dari gangguan inkonsistensi di pengujung musim, sedangkan Manchester City makin menegaskan stabilisasi posisi. Dan, MU malah memulai musim dengan ketersendatan yang meremas mental.

Terakhir, pekan lalu, Bruno Fernandes dkk kalah telak 1-3 dari tim yang sejauh ini sangat impresif di Liga Primer, Brighton and Hove Albion. Lagi-lagi, seperti musim lalu, MU kalah di Old Trafford dari tim yang sama. Padahal sebelum ini mereka mengukir catatan istimewa: tak pernah kalah dalam 20 laga di stadion berlabel Teater Impian itu.

Maka kisah rumit suksesi pun terasa menjadi makin memanjang. Sejak Sir Alex Ferguson pensiun pada 2013, hingga sekarang sosok tepat penggantinya belum ditemukan. Erik ten Hag adalah “penemuan” kesekian setelah serentet “daftar gagal”, mulai dari David Moyes, Ryan Giggs, Jose Mourinho, Louis van Gaal, Ole Gunnar Solksjaer, Michael Carrick, hingga Ralf Rangnick.

Ten Hag dipandang punya elemen-elemen kecocokan. Hasil musim lalu jelas menjadi ukuran harapan. Dia juga menunjukkan sifat diktatoral, yang tak jarang menegaskan betapa karakter itu merupakan bagian dari kebutuhan kehadiran “pemimpin” di klub dengan tradisi sebesar MU. Hubungan dengan Cristiano Ronaldo, David de Gea, Harry Maguire, dan belakangan Jadon Sancho menjadi cermin Ten Hag tidak silau oleh nama besar.

Kebijakan transfernya memang masih akan diuji oleh perjalanan waktu. Kehadiran Anthony, Lisandro Martinez, Alejandro Garnacho, dan Casemiro memberi suasana kecocokan dalam racikan taktik. Yang masih harus dinanti adalah perkembangan striker asal Denmark, Rasmus Hojlund dan kiper Kamerun Andre Onana yang banyak disorot.

Ten Hag sudah mulai pula memercayai midfielder belia berdarah Tunisia, Hannibal Mejbri yang mencetak gol indah ke gawang Brighton.

Start Terburuk
MU belum pernah start seburuk ini di awal musim. Dari lima laga, dua kali menang atas Wolverhampton dan Nottingham Forest. Tiga laga kalah, dari Tottenham Hotspur, Arsenal, dan Brighton. Di Liga Champions, kekalahan 3-4 dari Bayern Muenchen melengkapi September sebagai “bulan kelabu”.

Dari tiga laga melawan Arsenal, Brighton, dan Bayern, MU kebobolan 10 gol. Jumlah itu menunjukkan di sektor pertahanan dan kiper ada masalah serius. Suksesor David de Gea, Andre Onana yang direkrut dari Internazionale Milan ikut menjadi titik lemah dengan sejumlah blunder-nya, termasuk ketika kalah 3-4 dari Bayern Muenchen.

Lalu apa yang sesungguhnya terjadi dengan MU?

Dari performa akhir musim 2022-2023, seharusnya The Reds Devils tampil lebih percaya diri. Di tangan Ten Hag, yang disebut sebagai sosok tepat, MU banyak dilabeli status sebagai penantang serius bagi City, Arsenal, dan Liverpool.

Nyatanya, penampilan mereka pada awal musim malah di luar perkiraan. Start buruk itu bisa mempengaruhi psikologi bersaing dengan kekuatan-kekuatan tradisi Liga Primer.

Lalu apakah kehadiran Ten Hag tetap belum menjanjikan harapan untuk mengurai keadaan?

Bahkan ada analis yang memperkirakan, pelatih asal Belanda itu akan dipecat lebih cepat ketimbang taktikus Chelsea Mauricio Pochettino. Baik Ten Hag maupun Poch sama-sama bertanggung jawab atas tugas membangkitkan kepercayaan diri klub yang sedang compang-camping dalam konfidensi. Artinya, problem awal musim ini berpotensi menjalar sebagai kemelut rumit MU.

Legenda MU asal Bulgaria, Dimitar Berbatov melihat dari sisi yang lain, yakni maju – mundur suksesi kepemilikan dari keluarga Glazer ke Syekh Jassim atau Sir Jim Ratcliff. Kondisi itu secara psikologis merefleksi ke dalam stabilitas performa tim. Sedangkan Rio Ferdinand, salah satu bek legendaris Setan Merah mengingatkan pernyataan yang pernah disampaikan oleh Ralf Rangnick, pelatih MU sebelum Ten Hag, bahwa timnya tidak memerlukan obat. “Yang dibutuhkan adalah bedah jantung,” ucapnya (detik.com, 19/9).

Artinya, MU harus kembali membangun kehidupannya. Tak cukup hanya minum obat untuk menyembuhkan penyakit.

Dalam konstelasi persaingan di liga, pertunjukan awal MU akhirnya malah seperti memberi jalan lapang kepada City. The Citizens pun serasa mempertegas dominasi sebagai kekuatan utama Manchester sekaligus Liga Primer. Pada sisi lain, kebangkitan Arsenal juga makin dilempangkan.

Jika kekuatan-kekuatan itu semakin terkonsolidasi, ditambah Newcastle United dan Brighton yang sedang membangun kemapanan, bukankah MU bakal makin susah untuk mendapatkan ruang mengurai persoalan?

Dan, cercah cahaya itu, bakal makin lamakah datang untuk menerangi merah langit Manchester yang kini pekat membiru? Tak tersisakah cahaya merah untuk anak-anak Erik ten Hag?

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah ==