blank
Ilustrasi. Reka wied

blankJC Tukiman Tarunasayoga

SAYA termasuk golongan orang yang memercayai tentang besarnya pengaruh masa kecil seseorang terhadap masa dewasanya. Dengan kata lain, pola-laku dan pola-pikir setiap orang di masa dewasanya (saat ini), besar kemungkinannya terbentuk oleh pola-laku dan pola-pikir masa kecilnya (dulu).

Itulah mengapa tidaklah sangat mengherankan manakala kita jumpai orang sebenarnya sudah dewasa (berumur), namun pembawaannya kok baperan dan sulit move on; ehhhh jebule ……………bawaan masa kecilnya.

Contoh lain, –dan ini yang akan dibahas– melihat pola-laku dan pola-pikir seseorang (sudah menjadi pejabat sekali pun),  sangat mungkin ada orang diam-diam bergumam: “(Bocah) kolon.”

Kolon

Bacalah kolon ini seperti Anda mengucapkan bolong atau oblong; jadi o-nya bulat, ooooooo………… Dan harap jangan dipelintir, lalu ucapannya berubah menjadi kelon atau kolong.

Ada lima makna kolon –tiga makna terdahulu adalah bahan bahasan utama kolom hari ini–  yakni (1) tegelan, (2) mung ngrembug utawa mikir awake dhewe, (3) apa-apa arep, (4) pilar, dan (5) barisan prajurit.

Orang dewasa yang sering tau bahkan selalu tegelan, mung ngrembug utawa mikir awake dhewe, lan apa-apa arep; besar kemungkinannya di masa kecilnya dulu berada dalam situasi tumbuh-kembang yang diwarnai oleh kondisi sadis,  egois, dan juga ndremis.

Seseorang disebut tegelan (bacalah seperti Anda mengucapkan beneran) manakala orang itu ora wigih-wigih (tidak ragu-ragu, tanpa pertimbangan), ora jijik (sadis), atau pun ora duwe welas (kejam).

Baca juga Malik Tingal

Misalkan, sewaktu kecil dulu sering dan suka menyiksa binatang, apalagi kemudian merasa hepi bila berhasil melakukannya, mungkin saja di masa dewasanya (apalagi merasa memiliki kuasa), wah bisa jadi “hobi masa kecil” dengan sikap tegelan-nya, kini terungkap lebih-lebih pada saat menghadapi kesulitan.

Berapa jumlah orang dewasa yang tergolong cah kolon tegelan seperti ini; intinya orang yang suka main embat apa saja dan kepada siapa saja? Duh, takut dosa aku, gak berani jawab.

Seseorang disebut mung ngrembug utawa mikir awake dhewe, itulah egois, tentulah sudah sangat-sangat jelas. Ada banyak contoh orang dewasa, termasuk pejabat atau mantan pejabat yang jebule ya mung mikir awake dhewe.

Mengapa begitu? Tidak mustahil, dulu sewaktu kecil, ia termasuk bocah kolon, anak yang entah apa sebabnya hanya selalu mau menang sendiri, tidak dapat menerima kekalahan, dan selalu hanya berfikir untuk kepentingan dirinya sendiri. Cah kolon, egois!  Banyakkah jumlah cah kolon dewasa? Banyak bangettttttttttt.

Dan, seseorang disebut apa-apa gelem, apa-apa arep, inilah cah kolon yang justru sangat menggejala saat ini, karena dengan pola-laku dan pola-pikirnya yang seperti itu, orang ini tanpa wigih-wigih ngembat apa saja untuk “dimakan.”

Baca juga Nampel Pulukan

Cah kolon model yang begini ini diam-diam menghanyutkan karena korupsinya, karena perilaku-perilaku lainnya yang intinya apa-apa gelem lan gelem apa-apa. Sedikitkah jumlah cah kolon model begini? Sumangga dijawab sendiri.

Cah Kolon

Kolom hari ini tentang cah kolon, harapan saya sekedar curhat pengamatan saja (belum tentu kabeh bener) dan karena itu harap jangan memengaruhi Anda dalam “melihat” sesama, apalagi lalu Anda pakai untuk metani (menelisik) masa kecil para pejabat. Lalu Anda bergumam panjang: “Ohhhhhhhhh, pantesan Badu dan Suta seperti sekarang ini kelakuannya, lha wong masa kecilnya cah kolon.”  Jangan seperti itu! Cukup dibawa dalam hati dan dalam batin saja, seraya didoakan semakin baik dan baik karena pada hakekatnya setiap orang itu dapat berkembang menjadi semakin baik, sekali pun dahulunya kurang baik.

Cara bersikap seperti ini bukanlah permisif, bukan pula menolerir perilaku kurang terpuji orang; namun lebih pada tidak ingin atau sebaiknya jangan menghakimi seseorang karena masa lalunya.

Di sinilah substansi terpenting, yakni mari kita hindarkan penghakiman atau pengadilan atas masa lalu siapa pun. Masa lalu biarkanlah sebagai masa lalu setiap orang karena setiap orang pasti memiliki masa lalu sendiri-sendiri.

Sekali pun masa lalunya seperti contoh cah kolon tadi, sekali pun perangai itu berpengaruh di masa kininya (masa dewasa); mari kita yakin bahwa setiap orang selalu disertai oleh kuasa dan terang Illahi: Yang kurang baik akan menjadi semakin baik; yang jahat akan semakin baik hati; yang keras akan dilembutkan; yang jalannya bengkok-bengkok akan diluruskan, semua oleh-Nya.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University