Oleh : Hadi Priyanto
Menurut pakar konservasi air dari Universitas Diponegoro Semarang Prof. Koodoatie, Kepulauan Karimunjawa disebutnya sebagai salah satu pulau di Indonesia yang tidak mempunyai Cekungan Air Tanah (CAT). Padahal CAT mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air dalam jangka panjang.
Keterbatasan air bersih ini disebabkan posisi Karimunjawa dan 26 pulau lainnya sebagai pulau kecil yang terpisah dari pulau induk, yaitu pulau Jawa. Dengan demikian pulau ini hanya memiliki daerah tangkapan air yang kecil dan keterbatasan sumber air tawar. Karimunjawa menjadi salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
Oleh sebab itu kelestarian vegetasi atau komunitas tetumbuhan harus selalu dijaga, baik yang ada didalam hutan pada zona inti dan zona rimba Taman Nasional Karimunjawa, maupun yang tumbuh diatas tanah yang dikuasi oleh penduduk maupun investor.
Sebab komunitas tetumbuhan maupun tutupan lahan yang dibentuk, menjadi media yang efektif untuk memasukan air hujan kedalam tanah dan dilepas kembali dalam bentuk mata air. Karena itu pelestarian alam tidak boleh hanya dilakukan dan menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab warga, pemilik tanah, investor, wisatawan dan pemerintah disemua tingkatan.
Pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak direncanakan dengan baik di Karimunjawa, akan menimbulkan persoalan lingkungan yang serius. Bukan saja pada masa yang akan datang, tetapi sekarang pun telah mulai dirasakan oleh warga setempat..
Pemanfaatan lahan yang tidak terkendali untuk kepentingan investasi, termasuk tambak udang dapat merubah bentang alam hingga air hujan tidak bisa ditangkap masuk kembali kedalam tanah, tetapi langsung terbuang kelaut. Air hujan yang langsung terbuang kelaut tentu juga membawa tanah dan limbah domestik, penyebab utama terjadinya pendangkalan dan degradasi lingkungan laut.
Oleh sebab itu menjaga kelestarian tetumbuhan di Karimunjawa adalah sebuah keniscayaan. Tujuannya agar dapat mengatur siklus air tawar dan mengatur neraca air secara alami. Tajuk pohon yang ada disemua wilayah Karimunjawa harus lestari agar dapat menjaga terjadinya kelongsoran.
Sedangkan akar pohon secara alami akan menahan kekuatan aliran air sekaligus membuat lubang – lubang di tanah untuk diisi oleh air sehingga air tersimpan di dalam tanah. Air ini kemudian disebut air imbuhan tanah.
Ancaman Tambak
Dampak lingkungan akibat kehadiran tambak udang intensif yang sekarang berkembang di Karimunjawa dengan luas kurang lebih 42, 08 ha bukan saja dapat merusak ekosistem wilayah pantai, mangrove dan terumbu karang, tetapi juga bisa mengancam kualitas air tanah.
Pertama, lokasi tambak yang sekarang ada di Karimunjawa semula adalah merupakan daerah tangkapan air. Limpasan air hujan ini tidak semua langsung mengalir kelaut tetapi dimasukan kembali ke dalam tanah.
Kedua; tidak semua limbah yang dihasilkan oleh tambak udang terbuang kelaut. Bahkan ada yang ditampung di takungan khusus untuk menampung limbah tambak guna menghindarkan kerusakan ekosistem pantai. Limbah organik ini kemudian bisa mencemari dan mengancam kualitas air tanah.
Tidak mudah memang menjaga dan mengelola ekosistem kawasan. Sebab harus memadukan upaya konservasi sumber daya alam dengan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Karena itu penegakan hukum harus menjadi komitmen bersama agar pengembangan Karimujawa tidak berubah menjadi liar dan tidak terkendali yang justru merusak kelestarian sumberdaya alam dan merampas hak-hak generasi yang akan datang.
Hadi Priyanto, pegiat budaya Jeparta dan Wartawan SuaraBaru.Id