blank
Lamine Yamal merayakan golnya ke gawang Georgia, saat melakoni debut bersama Timnas Spanyol dalam kualifikasi Euro 2024. Dia menjadi pemain termuda dalam laga itu, (16 tahun 1 bulan 26 hari). Foto: uefa

blankOleh: Amir Machmud NS

// cahaya bisa muncul dari mana saja/ kaukah terang itu, anak muda?/ benderang yang lahir dari lorong sejarah/ bisa saja tak ternyana…//
(Sajak “Lamine Yamal”, 2023)

SIMAKLAH pernyataan Luis de la Fuente ini, “Kami menemuinya di Spanyol. Dia pentolan tim junior dan pesepak bola dengan kekuatan luar biasa, seolah-olah disentuh oleh tongkat sihir Tuhan. Dia berbeda…” (goal.com, 1 September 2023).

Statemen pelatih tim nasional Spanyol itu bisa jadi terlampau hiperbolik: “tongkat sihir Tuhan”, namun saya menangkapnya lebih sebagai ungkapan kegembiraan ketika De la Fuente menemukan “perbedaan” yang dia butuhkan untuk menyusun keping-keping puzzle sebagai kekuatan dahsyat La Furia Roja.

Bila tidak ada aral, pertandingan Spanyol vs Georgia dalam kualifikasi Euro 2024, 8 September akan menorehkan rekor. Lamine Yamal akan menjadi pemain termuda (16 tahun 1 bulan 26 hari) yang memperkuat tim juara Eropa 2018, 2012 dan juara dunia 2010 itu. Pemain Barcelona itu bakal memecahkan rekor Gavi (17 tahun 62 hari). Yamal disiapkan untuk laga melawan Georgia dan Siprus.

Kegembiraan dan harapan pun terasa membuncah di Barcelona dan timnas Spanyol. Ya, terlampau panjang rasanya hari-hari penantian Barcelonistas untuk menemukan sosok penerus Lionel Messi, pemain terbaik sepanjang sejarah klub Catalan ini.

Pertanyaan bernada kerinduan atau motivasi selalu diapungkan: siapa sang penerus yang menjanjikan?

Ansu Fati-kah, Pedri, atau Gavi? Bukan. Bukan pula anak muda yang pada awal 2000-an sempat dielus-elus, Bojan Krkic. Atau satu lagi nama yang sempat dipuja-puji sebagai “Messi Korea” Lee Seung-woo, dan “Messi Jepang” Takefusa Kubo.

Segemerlap itu sejumlah talenta memancar terang dari Akademi La Masia, namun ketika berkembang dewasa, tak satu pun yang mendekati level La Pulga.

Nah, bagaimana dengan kemengkilapan cahaya bocah yang satu ini?

Lamine Yamal. Dia menoreh sejarah. Dalam usia 15 tahun 290 hari, ketika menggantikan Gavi pada menit ke-83 dalam laga melawan Real Betis di La Liga musim lalu, fans Barca segera tahu mereka bakal memiliki seorang pahlawan baru.

Sang arsitek, Xavi Hermandez paham betul bagaimana menyampaikan kabar bahagia kepada para pecinta Barca. Pada awal musim ini, Yamal sudah ditampilkan sebagai pemain inti. Dua kali pula pemain keturunan Maroko-Guinea yang lahir di Mataro, kota di pinggiran Barcelona itu menjanjikan pengaruh kuat bagi permainan La Blaugrana. Yamal bisa memilih timnas Spanyol untuk melabuhkan kemampuannya.

Dia tampil memikat dalam turnamen Joan Gampar Trophy melawan Tottenham Hotspur, yang dimenangi Barcelona 4-3. Yamal malah menjadi Man of the Match ketika menundukkan Real Villareal 4-3 dalam pertandingan reguler La Liga di Stadion De La Ceramica.

Yang istimewa, lantaran impresivitasnya, Yamal mendapat standing ovation dari suporter Villareal. Ketika digantikan oleh Ansu Fati menit ke-76, gemuruh sorak sorai fans lawan menandai kehadiran bintang baru La Liga.

Dia segera menguapkan keresahan fans Camp Nou yang ditinggal hengkang oleh Ousman Dembele ke Paris St Germain. Dalam usia 16, Yamal tak canggung berada di tengah nama-nama besar Robert Lewandowski, Ilkay Guendogan, Frankie de Jong, dan Ferran Torres, juga para bintang muda seperti Gavi dan Pedri.

“Mainan” Baru
Xavi kini punya “mainan” baru yang diproyeksikan banyak membantunya mengejar kejayaan di La Liga dan Eropa.

Dari era Messi, Andres Iniesta, dan dirinya sendiri, sejauh ini Barcelona belum memiliki figur eksepsional yang betul-betul bisa diandalkan sebagai “pembeda”.

Ansu Fati, dengan bakat besarnya, tidak beranjak ke level top sejak pemunculan menjanjikan pada empat tahun silam. Dia rentan cedera, bahkan musim lalu diterpa miniskus, selain punya sederet kisah hamstring.

Musim ini, pemain dengan dribel lekat itu akan memulai masa peminjaman selama satu periode di Brighton & Hove Albion. Klub yang kini sangat diperhitungkan di Liga Primer itu diarsiteki pelatih yang ahli memaksimalkan skema sayap, Roberto De Zerbi.

Sementara itu, Gavi dan Pedri, seberbakat apa pun, belum juga sepenuhnya menyinari skema permainan Xavi dengan “ceruk kemampuan” yang menjadi pembeda bagi Barca.

Yamal adalah pemain serbabisa yang sama baiknya ketika diskemakan sebagai penyerang, sayap, atau gelandang. Berkaki kiri kuat seperti Messi, dribelnya meliuk-liuk menusuk pertahanan lawan. Operan-operan yang fasih dari operasi sayap memanjakan teman-teman seniornya. Kemampuan mencetak gol juga telah dia buktikan ketika memperkuat tim muda Barca.

Bukan pekerjaan mudah bagi Xavi untuk mengembalikan Barca ke masa-masa sebagai klub yang selain berlangganan trofi, juga mengusung ideologi permainan elok.

Dengan realitas stok pemain yang dimiliki, rasanya perjalanan “back to tiki-taka era” masih membutuhkan waktu, keyakinan, ketelatenan, termasuk pematangan bintang-bintang muda. Tentu termasuk aset masa depan mereka: Lamine Yamal, yang bahkan pelatih timnas Spanyol pun menilainya sebagai pemain dengan sentuhan magis luar biasa…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah