DEMAK (SUARABARU.ID) – Layinatuz Zahra siswi kelas IX SMPN 3 Wedung, Kabupaten Demak, bersemangat menyelesaikan gambar ekosistem Mangrove, di bangku sekolahnya, Jumat 26 Juli 2024, pagi.

“Ini gambar Mangrove, ada kepiting,” ujarnya sembari mewarnai kertas gambar yang sudah sekira 70 persen hampir selesai.

Di kelas sebelah Selatan, Muhammad Arsyadur Rosyad, siswa kelas VIII juga melakukan hal yang sama, menggambar ekosistem Mangrove.

Tanaman Mangrove yang digambar itu lengkap dengan gambar kepiting, burung bangau, dan potret perairan yang menggambarkan kondiai pesisir wilayah tersebut.

Langit biru melengkapi hasil akhir gambaran ekosistem Mangrove, di kertas gambar sosok yang menggemari Sepak Bola itu

“Mangrove itu (bisa) menyuplai oksigen, dan mencegah banjir (abrasi),” kata dia.

Ya, dua siswa tersebut mewakili apa yang dilakukan lebih dari 50 pelajar lain dari kelas VII hingga IX, SMPN 3 Wedung, di Dusun Tambak Gojoyo, Desa Wedung, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Kegiatan menggambar ekosistem Mangrove itu jadi bagian dalam kegiatan ‘Penanaman Mangrove dalam rangka peringatan Hari Mangrove Sedunia 2024, bertema ‘Hijaukan Mangrove Tingkatkan Kesejahteraan’.

Kegiatan ini diinisiasi oleh kerja sama lintas pihak, mulai dari SMPN 3 Wedung, Forum Bintoro di bawah binaan Wetlands Internasional Indonesia, Yayasan Rekam Jejak Alam Nusantara, warga Dusun Tambak Gojoyo, Penyuluh Kehutanan Cabang Dinas Kehutanan Wilayah II Pati Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah, serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Tengah.

Kepala Sekolah SMPN 3 Wedung Demak,  Masnan, menjelaskan, sekolah punya tanggung jawab mulai sejak dini mengenalkan ke siswa tentang fungsi Mangrove untuk kehidupan, dan kelestarian lingkungan.

“Kita memberikan pemahaman, ilmu, melalui kegiatan nyata seperti di P5. Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka,” kata dia.

P5 untuk siswa SMPN 3 Wedung, yakni pengenalan ekosistem Mangrove sesuai kondisi di lingkungan tempat tinggal mereka, mulai dengan pemahaman, pembibitan, menanam.

“Setelah menanam, bergerak ke arah ekonomi. Bisa jadi kuliner, seperti sirup buah pedada (salah satu buah dari jenis Mangrove). Intinya menanamkan anak mengenalkan Mangrove sejak dini, seberapa besar manfaatnya,” kata dia.

Para pelajar SMPN 3 Wedung, Demak, praktik langsung menanam Mangrove di kawasan pesisir wilayah tempat tinggal mereka. (Foto: Diaz Azminatul Abidin)

Tanam Mangrove

Setelah waktu Sholat Jumat, lebih dari 50 pelajar itu serta pihak lain menggunakan 3 perahu mesin menyusuri sungai menuju pesisir.

Selain diajarkan tentang manfaat Mangrove di ruang kelas, mereka diajak untuk turun langsung menanam dan merawatnya.

“Kurang lebih 1.000 Mangrove yang ditanam hari ini,” ujar Maskur, Ketua Forum Bintoro, salah satu sosok yang menginisiasi restorasi Mangrove di wilayah setempat.

Keprihatinan akan ancaman kelestarian ekosistem di pesisir membuatnya harus bergerak dimulai dari 2012.

Saat itu dia berkenalan dengan seorang penyuluh kehutanan, dan memantapkan tekad untuk merestorasi kawasan Mangrove di daerah tempat tinggalnya itu.

“Bapak saya dulu itu petambak. Saya ingat betul masa kecil saya dahulu hasil tambak ikan bagus. Seiring waktu hasilnya menurun. Mangrove banyak ditebang karena ketidaktahuan warga saat itu. Jadi saya prihatin dan mencoba mulai merestorasinya. Sekarang sudah ada hasilnya pelan-pelan menghijau,” kata dia.

Pelajar perempuan SMPN 3 Wedung, Demak,juga tak ketinggalan terjun langsung menanam Mangrove untuk menjaga wilayah pesisir kampung mereka dari ancaman abtasi dan dampak buruk kerusakan Mangrove. (Foto: Diaz Azminatul Abidin)

Abrasi Pesisir Pantura Jawa

Lilik Harnadi, Kepala Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pulau Pulau Kecil, DKP Jawa Tengah bilang, abrasi di Pantai Utara (Pantura) Jawa sudah dalam kondisi berat.

Parahnya kondisi abrasi terjadi paling parah seperti di Pekalongan, dan Demak, hingga menjorok beberapa kilometer.

“Saat kondisi parah ini, masyarakat di pesisir baru sadar betapa pentingnya ekosistem Mangrove,” ujarnya.

Salah satu pemicu kerusakan ekosistem Mangrove di pesisir Pantura Jawa, karena pembukaan lahan dengan mengacu orientasi ekonomi saja.

Hal tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekosistem Mangrove.

“Memang yang paling baik perlindungan untuk pesisir itu ya dengan restorasi Mangrove,” kata dia.

Pihaknya bersama lintas sektor berupaya mengedukasi, menumbuhkan rasa cinta terhadap keberadaan Mangrove untuk masyarakat pesisir khususnya.

Adapun dalam penanaman Mangrove, kata dia, tidak bisa sembarangan asal tanam.

Perlu diketahui mana tempat yang cocok untuk ditanami Mangrove, sehingga jangan sampai ketika sudah ditanam ada penebangan, atau mati sia-sia.

“Misalnya lokasi penanaman harus diketahui di tanah milik siapa. Kalau milik petambak harus ada edukasi dan perjanjian. Atau kalau ditanam di bantaran sungai jangan sampai nanti sudah besar ada pelebaran sungai lantas ditebang,” ujar Lilik.

Lebih dari itu, dia berkata, dari banyak kajian Mangrove memberi banyak manfaat untuk kehidupan masyarakat pesisir khususnya.

Mulai dari menjadi habitat biota pesisir tangkapan nelayan seperti udang dan kepiting, menyerap karbon, menghasilkan oksigen, menjernihkan air, hingga dimanfaatkan untuk kuliner dan kerajinan batik.

Diaz Azminatul Abidin