blank
Anggota {Paskibraka se-Kalimantan Tengah mengikuti Pembelajaran Aktif Pembinaan Ideologi Pancasila . Foto: Dok Benny Susetyo

PALANGKARAYA (SUARABARU.ID) – Dalam era digital sekat sekat budaya makin terbuka, informasi, budaya, dan ideologi tersampaikan dengan cepat dan hampir tanpa filter hal ini membuat ruang publik khususnya.

“Media sosial menjadi padat dan penuh dengan informasi yang tak jarang membuat para penggunanya khususnya generasi muda  tersesat dalam hal hal yang tidak hanya tidak sesuai dengan nilai nilai Pancasila namun juga dalam perkembangannya dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,dan bahkan menimbulkan kerugian baik secara personal, kelompok bahkan negara,” kata Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo depan anggota Paskibraka Kalimantan Tengah di Palangkara, Selasa 5 September 2023.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Kedeputian Pendidikan dan Pelatihan, mengadakan kegiatan Pembelajaran Aktif Pembinaan Ideologi Pancasila diikuti 58 anggota Paskibraka Tahun 2023 Provinsi Kalimantan Tengah.

“Para anggota Paskibraka diharapkan dapat menjadi duta dan garda terdepan dalam upaya pembumian dan penanaman kembali nilai nilai Pancasila khususnya kepada generasi muda, dalam upaya menghadapi tantangan yang timbul dalam era digital di media sosial seperti sekarang ini,” kara Benny Susetyo.

Antonius Benny Susetyo yang bertindak sebagai narasumber menyatakan bahwa Paskibraka merupakan representasi dari perwakilan kaum muda Indonesia dengan latar belakang yang beragam.

“Karenanya  para Pasukan Pengibar Bendera yang terpilih hendaknya dapat terus  berperan aktif menjadi contoh nyata pengaktualisasian nyata nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari hari khususnya dalam era media sosial dan digital seperti sekarang ini,” ujar Romo Benny.

Dalam era digital, internet dan media sosial memiliki nilai dan bagian luar biasa dalam kehidupan manusia , keberadaannya yang tidak mengenal ruang dan waktu membuat masyarakat tak sadar makin tergantung kepada Internet, masyarakat terjebak dalam hyper reality yaitu realitas yang dilebih-lebihkan.

“Akibat konten-konten yang disajikan oleh para influencer dan content creator yang menyajikan perilaku berlebihan terkait kemewahan ,kesedihan ataupun hal hal yang menantang bahaya,” kata Benny.

Akibatnya terjadi pergeseran nilai di masyarakat, sekarang masyarakat lebih mementingkan kepopuleran, kuantitas mengenai berapa like, view, dan share yang menyebabkan terjadinya  penyalahgunaan media sosial yang cenderung mengedepankan sensasi ,konten nirfaedah dan berita bohong.

“Hal ini menyebabkan narasi negatif seperti penghinaan terhadap Identitas yang berbeda, bullying, hedonism, dan narasi pecah-belah yang memancing keributan dan pertikaian di media sosial menjadi mengemuka dan trending topic,” ujarnya.

Menurut Benny, hal ini sejalan dengan perumpamaan Plato tentang manusia yang masuk gua besar dan meraba raba, kebenaran di era digital ini cenderung mengedepankan persepsi, bukan kesadaran kritis dalam mengolah informasi.