blank
Dr Dwiningtyas Padmaningrum peneliti dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam Kegiatan FGD dilakukan di kantor Perhutani Mantingan. Foto: Kudnadi Saputro Blora

BLORA (SUARABARU.ID) —  Dr Dwiningtyas Padmaningrum peneliti dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam penelitian program dana untuk kesejahteraan dan ekonomi bekelanjutan masyarakat adat dan komunitas lokal (Dana TERRA) Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), di kantor Perhutani Mantingan. Rabu, (30/8/2023).

Administrator Mantingan Ir. H. Marsaid menyampaikan bahwa tim peneliti dari UNS Sebelas Maret ini telah melakukan kegiatan penelitian semenjak bulan Februari 2023 di beberapa  desa pinggir kawasan hutan yang berada di wilayah Mantingan, yakni  mencakup 2 Kabupaten Rembang dan Kabupaten Blora.

“Penelitian ini terkait,  pengelolaan kawasan hutan di KPH Mantingan, dari berbagai temuan dan kegiatan yang dilakukan selama tujuh bulan ini perlu didiskusikan dan masukan dari berbagai kegiatan tentang perilaku dan kehidupan sosial ekonomi, ekologi untuk didiskusikan dan tambahan bahan dalam penelitian yang nantinya akan diberikan kepada bergai lembaga pemerintah,” ungkap H.  Marsaid.

Jadi masyarakat sekitar, lanjut H.  Marsaid, kawasan hutan ini ending-nya diharapkan bisa mengubah pola bertanam agar tidak monoton serta ada berbagai terobosan dalam menggarap tanah kawasan hutan, dan tetap mematuhi aturan yang berlaku di Perhutani.

Ada fenomena untuk masyarakat kawasan hutan Rembang dan hutan  Blora ini malas untuk menanam kedelai.  “Kita juga nggak tahu permasalahannya apa. Dari dinas Pertanian pangan Rembang dan Blora itu sudah memberikan bibit gratis kedelai tetapi satupun petani gak ada yang mau. Beda dengan kawasan hutan di Purwodadi karena disana sudah banyak yang sukses bertani kedelai maka tanaman kedelai dari Purwodadi menjadi sektor penopang kedelai di Jawa Tengah,” ucap H.  Marsaid.

Administrator Perhutani KPH  Mantingan juga berharap penelitian itu nantinya bisa berkelanjutan, karena  banyak menginduk ke Pemerintah kabupaten/kota.

“Kami berharap untuk dapat diinformasikan  bahwa perhutani hanya membuka ruang saja bagi masyarakat sekitar kawasan hutan untuk dapat menggarap lahan di dalam kawasan hutan dengan tetap mengikuti aturan dari Perhutani,” tandas H.  Marsaid.

“Contohnya kegiatan penggarapan dilahan dengan menggunakan tumpangsari dan warga  harus menjaga tanaman pokok yang ditanam di area itu. Baik itu Jati, mahoni, sonokeling maupun tanaman jenis rimba lainya,” tandas Adm Mantingan.

Pada kesempatan itu, Dr Dwiningtyas Padmaningrum  menyampaikan bahwa dari hasil survei yang sudah dilakukan, ingin memperkaya masalah dan juga masukan – masukan dari pesanggem, Kepala Desa, dari LMDH dan juga dari Perhutani tentang perhutanan sosial.

“Dan tentunya akan kami jadikan pedoman dan lebih lanjut dalam penelitian kami,” ujar Dwiningtyas Padmaningrum.

Yang penting nuansanya, lanjut Dwiningtyas Padmaningrum,  tetap bagaimana masyarakat disekitar kawasan hutan itu sejahtera.

“Dari hasil bincang-binang kami dengan adm Mantingan bahwa masih banyak pekerjaan dilingkup masyarakat kawasan hutan yang harus ditata. Sesuai dengan riset kami, mengkaji bagaimana pengelolaan hutan oleh masyarakat dari segi ekologi, sosial dan lingkungan,” ungkap Dwiningtyas Padmaningrum.

Jadi secara umum idealnya dalam pengelolaan hutan itu dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat dan masyarakat sendiri dapat memberikan kontribusinya kepada hutan.

Untuk bisa lestari masyarakat juga harus sejahtera. Kalau dari segi ekonomi masyarakat hutan itu sudah kuat maka untuk merambah di kawasan hutan itu sangat kecil sekali.

Menurut Dr. Dwiningtyas Padmaningrum, karena disini ada dua KPH Yaitu Kebonharjo dan Mantingan, keduanya sudah melakukan kegiatan yang sama, di desa Karas, Wonokerto, Tahunan, Gandu dan tegaldowo. Sedangkan di Mantingan ini ada empat desa yaitu desa Sudo, Pasucen, desa Kalinanas dan Gempolrejo.

Secara umum riset yang dilakukan ada kontribusi pendapatan dari kawasan hutan juga banyak ada juga yang lebih banyak  dari luar kawasan hutan. Utamanya komoditas palawija.

blank
Foto bareng Administrator Mantingan dengan Dr Dwiningtyas Padmaningrum peneliti dari Universitas Sebelas Maret Surakarta usai Kegiatan FGD dilakukan di kantor Perhutani Mantingan. Foto: Kudnadi Saputro Blora

“Kami juga menemukan beberapa kawasan hutan rusak tetapi yang aman juga ada. kami juga sudah melakukan wawancara kepada 100 responden petani asal mantingan dan 164 asal kebonharjo,” jelas Dwiningtyas Padmaningrum.

Dwiningtyas berharap, petani pesanggem ada keberlanjutan, bagaimana interaksi masyarakat terhadap hutan itu baik, tidak ada konflik antara masyarakat dan Perhutani sebagai pengelola kawasan hutan ini dari aspek sosialnya.

“Dari aspek ekologi rusaknya kawasan hutan itu harus lebih sedikit. Dan secara ekonomi hutan bisa memberikan penghasilan kehidupan kepada masyarakat sekitar hutan,” pinta peneliti dari Universitas Sebelas Maret,  Dwiningtyas Padmaningrum.

Sementara itu, Ketua LMDH Sumber Urip Desa Kalinanas, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora,  Heru, mengatakan kalau dari ekonomi masyarakat itu terbantu.

Dan untuk menghitung itu kayaknya sudah memahami. Jadi kalau untuk penggarapan lahan itu ada oknum – oknum tertentu yang memperjualbelikan lahan garapan dengan istilahnya ganti babat lahan itu sudah bukan rahasia umum lagi.

“Jadi misalkan ada kawasan hutan usai ditebang untuk digarap itu sudah dikasih patok dengan rumput alang-alang itu tandanya tanah itu sudah dimiliki untuk digarap dan orang tahu sudah tidak berani menggarap,” ucap Heru.Itu seolah – olah sudah, lanjut Heru, menjadi aturan tak tertulis yang ditaati masyarakat juga.  Kalau menanam dibawah tegakan itu yang perlu mendapatkan pengawasan ekstra.

“Karena kalau tanamanya sudah besar dan menutup tanamannya pesanggem,  maka ia sengaja menebangnya. Itu dari segi ekologi kan kurang pas, maka itu yang perlu mendapat perhatian lebih,” harap Heru.

Hadir dalam FGD Adm Mantingan H. Marsaid bersama Waka Adm Dwi Anggoro Kasih dan jajaran Kasi dan Asper Wilayah Perhutani Mantingan, LMDH Kepala Desa Pasucen, Kalinanas Blora, Gempolrejo dan Sudo yang menjadi obyek penelitian dan LSM Aliansi Tajam Pendamping Pehutani.

Kudnadi Saputro