blank
Mauricio Pochettino kini berseragam The Blues. Foto: chelsea

blankOleh: Amir Machmud NS

// usung dan hadirkanlah keberanian/ untuk sebuah perubahan/ raihlah cahaya/ yang dulu kalian pancarkan/ ke seantero liga dan Eropa//
(Sajak “Standar Chelsea”, 2023)

SELALU, jadilah pemberani. Saya suka menjadi seorang pemberani. Dari mana saya mendapatkan gagasan bahwa kita harus menekan? Ini tentang kepribadian Anda, jatidiri di lapangan. Jika Anda pemberani dalam hidup, tidak mungkin Anda berperilaku berbeda di lapangan…”

Filosofi Mauricio Pochettino itu, yang dicatat oleh Wikipedia, tercermin dalam impresivitas gaya bermain Tottenham Hotspur era 2014-2019, melekat sebagai standar klub London Utara itu.

Cepat, ofensif, dengan “sinar” yang identik memusat pada dua penggawanya, sang kapten hebat Harry Kane dan gelandang serang berkualitas elite, Son Heung-min.

Dari semua aspek, kepemimpinan Pochettino menghadirkan Tottenham Hotspur yang menakutkan. Hanya satu kekurangannya: The Lilywhites belum menghasilkan trofi liga. Pencapaian puncaknya adalah Liga Champions saat kalah dari Liverpool dalam All Premier League Final 2019, dan urutan kedua klasemen Liga Primer 2017.

Walaupun memberi gelar juara Ligue 1 dan Piala Prancis, Poch gagal mengusung “standar Spurs” itu di Paris St Germain dalam kebersamaan yang hanya semusim pada 2022.

Spirit klub yang berbeda dalam daya kompetisi tidak pas untuk transformasi kultur pemberani Poch yang penuh jiwa petualangan eksperimental. PSG yang mengandalkan kekuatan finansial dalam perekrutan pemain, berbeda dalam karakter mengarungi tekanan tantangan kompetisi.

Pemulihan Standar
Nah, apakah Chelsea bakal menjadi pelabuhan yang tepat bagi pria Argentina kelahiran 1972 itu?

The Blues sarat prestasi liga di era Jose Mourinho (2004-2007), Carlo Ancelotti (2016), dan Antonio Conte (2017), membendaharakan trofi Liga Champions lewat karteker Roberto Di Matteo pada 2012, dan Thomas Tuchels 2021, juga menjuarai Liga Europa di tangan Rafael Benitez 2015 dan Maurizio Sarri 2019. Jejak cemerlang itu berbeda dari Tottenham Hotspur yang kering gelar.

Chelsea tidak berperforma seimpresif Spurs, namun klub ini adalah “entitas dengan otot kuat”, dengan karakter dan kultur pemenangan yang dibangun oleh Mourinho sejak 2004. Kultur itu berpadu dengan semangat ambisius investasi Roman Abramovic, yang menghasilkan stuktur tim dengan fondasi bintang-bintang dunia.

Poch datang ke Stamford Bridge ketika Chelsea sedang mengalami kesenjangan dengan masa lalu. Musim 2022-2023 bagai menghapus semua elemen kekuatan yang melekat di klub tersebut. Nyaris tak terlihat sisa-sisa tradisi dan keunggulan.

Kepemilikan klub beralih ke Todd Boehly, sedangkan pelatih Frank Lampard gagal memulihkan arah menuju standar Chelsea. Sederet pemain berkaliber elite — dalam stok menumpuk — tak terorkestrasi sebagai kekuatan yang semestinya.

Chelsea betul-betul jadi medioker justru ketika Arsenal dan Manchester United — dua klub dengan problem pemulihan serupa — mulai “menemukan bentuk” dan “arah”.

Pochettino hadir dengan kesadaran tuntutan meluruskan kembali standar sebelumnya, ketika konstelasi kekuatan di Liga Primer juga bergerak dinamis.

Manchester City makin menegaskan keberadaan sebagai kekuatan utama Liga Primer dan Eropa. MU mulai meggeliat di bawah Erik ten Hag, sedangkan Arsenal tinggal mengelola konsistensi dalam sentuhan impresif Mikael Arteta. Liverpool juga sedang menyusun kembali puzzle kekuatan yang tampak kacau pada musim lalu.

Satu lagi, Newcastle United yang di-back up dana besar dari Pangeran Mohamed bin Salman lewat Public Investment Fund menunjukkan penyegaran yang tampaknya bakal diikuti transfer-transfer penting. Belum lagi klub-klub yang semula tak terlalu diperhitungkan seperti Brighton and Hove Albion juga mengetengahkan impresivitas yang mencengangkan.

Sentuhan Poch
Bayangkanlah, bagaimana nanti Mauricio Pochettino memberi sentuhan dan mentransformasikannya kepada Chelsea?

Cukupkah materi pemain yang tersisa membantu Poch menyusun puzzle standar Chelsea? Atau dia akan menyegarkannya dengan skuad yang betul-betul baru?

Chelsea telah menjual sejumlah pemain utama seperti Kai Havertz, N’Golo Kante, Kalidou Koulibaly, Ruben Loftus Cheek, Mason Mount, Christian Pulisic, Mateo Kovacic, dan Edouard Mendy. Mereka berperan ketika meraih Liga Champions 2021.

Beberapa pemain muda yang diperkirakan bersinar pada musim kemarin, gagal mengangkat standar performa klub. Dari Mykhailo Mudrick, Enzo Fernandes, hingga Noni Madueke. Dan, kini The Blues mendatangkan striker berpaspor Prancis dari RB Leipzig, Christoper Nkunku.

Legenda Chelsea yang kurang bersinar sebagai pelatih, Frank Lampard, memperkirakan masa depan terang bagi The Blues di bawah Pochettino.

Di tengah gebyar renovasi klub-klub Liga Primer musim 2023-2024, kiprah Chelsea berpayung “filosofi sang pemberani” menumbuhkan rasa penasaran baru. Apabila klub ini bangkit, dipastikan rivalitas Liga Primer bakal makin memanas.

Ya, kira-kira seimpresif apa sepak terjang Enzo Fernandes dkk di panggung panas Liga Primer?

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah