JEPARA ( SUARA BARU, ID) – Bagi kalangan profesi kesehatan, draf RUU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas DPR RI terdapat sejumlah pasal yang kontra produktif dan bahkan memunculkan kontroversi. Karena itu pembahasan RUU Kesehatan oleh DPR RI ini harus dihentikan pembahasannya jika tidak memperhatikan substansi RUU yang dibahas.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) Cabang Jepara dr Edwin Tohaga, Sp.A. saat melakukan audiensi dengan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Drs Fathan Subchi, M. AP, Sabtu (3/6-2023). Acara yang berlangsung di Resto Maribu Jepara ini di hadiri oleh pengurus IDI, IBI, PDGI, PNNi, PPI, dan IAI Jepara. Bertindak sebagai moderator dr Fiqi Bayu.
Lebih lanjut Ketua Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) Cabang Jepara dr Edwin Tohaga, Sp.A. menjelaskan, penyusunan dan pembahasan RUU Omnibus Law bidang Kesehatan ini telah mencederai proses berdemokrasi, cacat prosedur penyusunan perundang undangan dan sangat terburu-buru dan sembunyi sembunyi.
Proses public hearing yang diselengarakan oleh pemerintah dan RDP yang diselenggarakan oleh DPR RI tidak menjelaskan partisipasi bermakna yang sebenarnya dan hanya formalitas belaka,” ujar dr Edwin Tohaga, Sp.A.
Hal ini menurut dr Edwin Tohaga, Sp.A. tergambarkan oleh DIM yang diajukan pemerintah tidak memuat apa yang disuarakan oleh organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kredibilitas dan kompentesi dalam memberikan masukan. “Justru pemerintah banyak mengakomodasi organisasi-organisasi yang tidak jelas bentukannya dan sangat nyata proses disintegrasi profesi kesehatan yang diperhatkan dalam proses public hearing,” ungkapnya.
Karena itu IDI Cabang Jepara menilai terjadi cacat substansi dan moralitas konstitusional dalam RUU Kesehatan ( omnibus Law) karena tidak adanya sinkronisasi antara konsideran dalam rancangan undang-undang Kesehatan (omnibus Law) seperti adanya pasal diskriminatif antara rumah sakit dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
“Pasal inkonsisten, pasal kriminalisasi, pasal abuse of power dan penghapusan kewenangan pokok dan strategis organisasi profesi kesehatan, hilangnya nilai kesejawatan akibat berubahnya organisasi profesi dan single bar system menjadi multi bar system,” papar dr Edwin Tohaga, Sp.A.
Karena itu harapannya DPR-RI sebagai wakil rakyat masih mau berjuang untuk kepentingan rakyat, tidak sekedar mengejar pembahasan tanpa memperhatikan substansi RUU yang dibahas.
Kompak Menolak
Sementara itu pengurus IBI, PDGI, PNNI, PPI, dan IAI Jepara yang juga hadir dalam acara audiensi tersebut juga menyuarakan dengan tegas penolakannya terhadap RUU Omnibus Law Bidang Kesehatan.
Juru bicara Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Cabang Jepara Imam Subchi menegaskan koalisi 5 organisasi progesi bidang kesehatan sepakat menolak jika usulan-usulannya diabaikan dalam pembahasan RUU Kesehatan. “Kita ini korban politik. Saat Corona ada kita berjuang dan mengorbankan nyawa. Kini kita dikorbankan dan diadu domba, ” ujarnya.
Menurut Imam Subchi, peran organisasi profesi dalam menjada standar etis untuk memberikan pelayanan terbaik pada warga masyarakat sangat penting . “Karena itu pelibatan organisasi profesi terkait rekom perijinan sangat penting dalam menjaga etik. Disamping itu juga memiliki fungsi pengembangan dan pengawasan profesi,” tuturnya menjelaskan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Cabang Jepara drg. Rifky. “ Kami sepakat menolak RUU Kesehatan jika tidak mengakomodir usulan dari organisasi profesi kesehatan. Kewenangan organisasi profesi dihilangkan akan menyulitkan penegakan marwah profesi,” ujarnya
Sementara juru bicara Ikatan Bidan Indonesia Cabang Jepara juga menyuarakan penolakan terhadap RUU Kesehatan. Sebab RUU tersebut tidak membela dan menghargai organisasi profesi ‘” Tolong bawa dan perjuangkan aspirasi kami, ” pintanya kepada Fathan Subchi. Hal senanda juga disampaikan oleh pengurus Ikatan Apoteker Indonesia.
Menanggapi usulan organisasi progesi bidang kesehatan di Jepara Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Drs Fathan Subchi, M. AP yang juga Sekretaris Fraksi PKB DPR RI berjanji akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada anggota fraksi PKB yang ada di Panja yang saat ini tengah membahas RUU Kesehatan.
Disamping itu ia juga mengungkapkan sejumlah catatan yang harus dikritisi mulai alat kesehatan yang masuk pada kategori pajak barang mewah hingga ijin praktek dokter asing yang demikian mudah tanpa melihat kemampuan profesinya. Juga tidak adanya plafon prosentase anggaran untuk bidang kesehatan. “ Ini semua harus diperjuangkan bersama,” tegasnya.
Hadepe