blank
Foto: instagram

blankOleh: Amir Machmud NS

// dia tak bergantung angka/ dari tumpukan rekor langka/ agar jadi manusia unggul/ cukup tengoklah gaya/ warisan filosofi dan keindahannya//
(Sajak “Sang Maestro”, 2023)

DIA berbeda. Ya, karena capaian eksepsional memosisikannya tidak sama dengan manusia-manusia unggul sepak bola lainnya. Ya jumlah juara, pun warisan pembeda.

Pep Guardiola tidak sendirian dalam keunggulan. Raihan treble untuk Barcelona pada 2008-2009, sama dengan catatan Alex Ferguson (Manchester United, 1998-1999), Jose Mourinho (Internazionale Milan, 2009-2010), Jupp Heynckes (Bayern Muenchen, 2012-2013), Luis Enrique (Barcelona, 2013-2014), dan Hans-Dieter Flick (Bayern Muenchen, 2019-2020).

Pria Spanyol itu, yang musim ini telah memastikan gelar Liga Primer, kini berpeluang membuat perbedaan. Jika Manchester City memenangi titel Piala FA melawan Manchester United (6 Juni), lalu trofi Liga Champions versus Inter Milan (11 Juni), berarti dalam semusim ini dia mengakumulasi tiga gelar. Pep bakal meraih treble kedua, sebagai rekor di antara lima pelatih unggul lainnya.

Inikah artinya, dari perjalanan si genius itu, seorang pelatih — sebagai bagian penting elemen sumberdaya manusia sepak bola — bekerja dengan pergerakan ambisi untuk terus berpikir, menggali ide, berstrategi mengejar, mendaki, lalu meraih status sebagai “manusia langka”?

Tinggal Selangkah
Pep tinggal selangkah mendapatkan. Mencatat treble kedua, sekaligus membuktikan mampu meraih trofi Liga Champions bersama klub di luar Barcelona.

Sejujurnya, tanpa catatan rekor-rekor itu pun dia berhak menempati “maqam” eksepsional di antara para pelatih yang diakui sebagai penemu dan pengembang taktik arus utama sepak bola.

Sirkulasi bola posesif yang dia kembangkan dari attacking football Johan Cruyff di Akademi La Masia, menemukan bentuk tiki-taka sebagai fenomena keindahan sepak bola menyerang ala Spanyol. Total football dalam wajah yang lebih artistik.

Kehadiran Pep di Bayern Muenchen dan Manchester City bukan hanya mengakumulasi trofi-trofi, tetapi juga memberi warna revolusi gaya bermain.

Dalam praktik, dengan bentuk yang berbeda antara Barca, Die Roten, dan The Citizens, atraktivitas tim yang diracik Pep membutuhkan syarat ketercukupan sumberdaya pemain.

La Blaugrana (2008-2014) pernah memiliki tim dengan materi terbaik sepanjang masa. Dari Victor Valdes, Carles Puyol, Sergio Busquets, Xavi Hernandez, Lionel Messi, hingga Andres Iniesta.

Bayern, yang pada era Pep (2014-2016) hanya gagal di Liga Champions, didereti para pilar untuk menerjemahkan filosofi sepak bola posesif. Begitu pula City, yang sejak 2016 bermetamorfosis menjadi tim bertabur kualitas.

Sejak kegagalan dalam final Liga Champions 2020-2021 dari Chelsea, musim ini City berkembang menjadi kekuatan matang penyapu setiap lawan.

Kini orang tidak lagi membandingkan City dengan rival sekota, Manchester United. Pada era kematangan Manchester Biru, Setan Merah justru sedang dalam tren menurun. The Citizens telah punya tradisi dan posisi sendiri.

Lima musim terakhir, Pasukan Etihad dalam up-trend bergerak menjadi klub terbaik dunia. Bukan hanya dari sisi materi pemain, juga dari kolektivitas taktik bermain yang menapak makin matang.

Akan tetapi Pep tidak senang ketika pemainnya, Jack Grealish menyatakan, sekarang ini City bisa mengalahkan tim mana pun. Dia mengingatkan, sikap jemawa hanya mengundang kelengahan.

Tak Hanya Haaland
City bukan hanya Erling-Burt Haaland. Jika nanti MU atau Inter Milan hanya berpikir bagaimana mematikan sang mesin gol, bahaya yang “menghukum” bisa datang dari Bernardo Silva, Nathan Ake, Riyad Mahrez, Kevin de Bruyne, Jack Grealish, Phil Foden, atau Ilkay Guendogan. Atau si supersub Julian Alvarez.

Tak sedikit analis yang meyakini City bakal menyapu dua laga final itu, namun saya tetap berpegang pada pertimbangan seperti dalam analisis di kanal ini, 20 Mei lalu.

Sepak bola adalah keniscayaan, dengan segala kemungkinan hasil.

Lalu, bukankah peluang Pep Guardiola meraih hasil sempurna untuk merangkum treble, adalah juga keniscayaan?

Untuk tercatat sebagai manusia langka, sepak bola menyajikan aneka kemungkinan yang tak hanya terkalkulasi oleh angka-angka. Bahkan Simone Inzaghi pun berhak berburu “status” itu.

Senyatanya, Pep Guardiola punya filosofi, gaya, dan (kelak) warisan permainan yang tak ada duanya…

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —