Ia mengungkapkan, selain lebih higienis, produk yang bersertifikasi juga bisa diperdagangkan antar provinsi. Juga, layak dimasukkan pada pasar retail modern.
Selain itu, penelusuran terhadap asal RPH atau RPU produsen daging pun bisa dilakukan. Ia berharap, sebelum jatuh tempo kewajiban penerapan sertifikasi halal RPH, pada 17 Oktober 2024, minimal ada 35 rumah potong hewan di Jateng telah tersertifikasi.
“Antusiasmenya tinggi. Kalau di tahun-tahun lalu cuma satu atau dua. Mulai 2022 itu semakin banyak RPH yang bersertifikat NKV dan Halal, syaratnya tidak susah. Tahun ini saja, sudah ada pengajuan baru dari empat kabupaten untuk didampingi. Harapannya paling tidak 35 daerah minimal ada satu,” ungkapnya.
Selain itu, Diana berharap kepala daerah tingkat kabupaten dan kota memberi perhatian lebih. Mengingat, operasional RPH yang berada di bawah pemkab/pemkot.
Selain mengakselerasi RPH dan RPU Halal, Pemprov Jateng juga melibatkan santri menjadi Juru Sembelih Halal atau di Jateng sering disebut Tukang Jagal Halal (Kang Jalal).
Bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jateng, sebanyak 40 santri telah mengantongi sertifikat. Ditargetkan akhir tahun 2023, sebanyak 300 Kang Jalal bisa mendapatkan sertifikat profesi JURU sembelih halal.
“Dari tahun 2022-2023, ada 100 yang telah mengikuti bimbingan teknis. Sebanyak 40 diantaranya telah mengantongi sertifikat. Itu semua adalah santri dari Jawa Tengah,” ucap Diana.
Diana menambahkan upaya mengikutsertakan santri menjadi bagian akselerasi sertifikasi halal RPH. Santri yang sejatinya telah memiliki kemampuan menyembelih secara syar’i dibekali pula tentang kesrawan dan higienitas daging.
Hal menjadi nilai plus bagi para santri, yang tersertifikasi Juleha. Selain itu, pengetahuan yang didapatkan oleh santri bisa ditularkan kepada warga di mana santri tinggal.
Hery Priyono