blank
Martin Odegaard (Arsenal) vs Kevin de Bruyne (Manchester City). Foto: pl

blankOleh: Amir Machmud NS

// simaklah sepak bola/ bukankah ia pertunjukan kejar-kejaran?/ menjauh dari sang pengejar/ memburu yang di depan/ ujungnya perang perasaan/ tentang siapa yang lebih tahan//
(Sajak “Mentalitas Pengejaran”, 2023)

PASTILAH Anda mengamati, laju Manchester City yang “nge-gas” untuk mempertipis jarak poin dengan Arsenal, akhirnya menciptakan serangkaian “pertandingan final” di ujung musim Liga Primer.

Arsenal yang awalnya nyaman memimpin klasemen, kini dihadapkan dengan realitas psikologis berada dalam atmosfer tekanan. Sebaliknya, City yang konsisten mengumpulkan kemenangan, diliputi mentalitas “pemburu”.

“Final sesungguhnya” akan berlangsung di Stadion Etihad, 27 April. The Citizens punya sejumlah keuntungan. Sejauh ini, Etihad menjadi tempat yang menakutkan bagi lawan-lawan Manchester Biru.

Dari tujuh pekan tersisa, perburuan gelar Liga Primer menyajikan serangkaian laga penuh tekanan.

The Gunners masih menyisakan duel melawan Southampton (22/4), vs City (27/4), vs Chelsea (3/5), vs Newcastle (7/5), vs Brighton (14/5), vs Nottingham Forest (20/5), dan vs Wolves (28/5).

Sedangkan City terjadwal menghadapi Brighton (tunda), vs Arsenal (27/4), vs Fulham (30/4), vs West Ham (4/5), vs Leeds United (7/5), vs Everton (14/5), vs Chelsea (20/5), dan vs Brentford (28/5).

Dari sisa jadwal, Arsenal akan menempuh jalan terjal ketika melawat ke Etihad (27/4) sebagai “real final”. Dua lawan sulit lainnya adalah Newscastle (7/5), dan Brighton (14/5), yang memberi pertunjukan tersendiri dengan permainan impresif.

City tampak di atas angin menuju “final urat syaraf” itu. Bedanya, dibandingkan dengan Arsenal yang konsentrasi penuh ke liga, Kevin de Bruyne dkk masih harus berbagi fokus ke Piala FA dan Liga Champions.

Dua Mentalitas
Dalam olahraga, termasuk sepak bola, kompetisi menyajikan atmosfer perburuan dengan dua mentalitas; sebagai penguasa yang diburu, dan mentalitas penantang sebagai pemburu.

Arsenal, yang sudah 19 musim puasa gelar, saat ini masih berstatus memimpin klasemen. Pelatih Mikel Arteta yang notabene adalah “murid” Pep Guardiola, mampu meracik Meriam London menjadi kekuatan papan atas yang atraktif dan cair.

Sayangnya, di saat-saat seharusnya merawat posisi, Arsenal justru seperti kehilangan bentuk. Dalam dua laga penting melawan Liverpool dan West Ham United, Martin Odegaard dkk yang sudah unggul 2-0 dipaksa mengemas skor imbang.

Inikah bentuk beban psikologis dalam posisi tertekan oleh kejaran City? Sang arsitek, Mikel Arteta menyebut skuadnya bagai kehilangan arah.

Manchester City tampak lebih matang. Pep punya sederet pilar yang bisa membuyarkan mimpi Arsenal. Kapten De Bruyne sedang dalam puncak kematangan. Begitu juga Ryad Mahrez, Jack Grealish, John Stones, dan barang tentu Erling-Burt Haaland.

Klub mana pun sulit membendung Haaland, “monster” Norwegia yang merupakan finisher terbaik saat ini. Rekor demi rekor yang dia ukir, bukan tidak mungkin akan dilengkapi dalam laga melawan Arsenal nanti.

Yang jelas dia akan bersaing dengan kompatriotnya, Odegaard. Wonderkid Norwegia itu menjadi pengatur irama permainan Arsenal, melayani Gabriel Martinelli, Gabriel Jesus, dan Bukayo Saka.

Bentrok dua mentalitas itu bakal menjadi laga penting yang melahirkan juara sejati. Arsenal dalam posisi “dikejar”, dan City sebagai “pemburu”. Boleh dibilang ini adalah “final psikologis” yang menyimpan elemen-elemen ketegangan urat syaraf.

Pada era 1990-an, Arsenal terlibat dalam rivalitas sengit psikologis dengan Manchester Unielted, Liverpool, dan Chelsea. Konstelasi papan atas liga yang bergerak kini memosisikan Gudang Peluru bersaing dengan The Citizens yang berada di zaman baru: era Pep Guardiola yang ditopang kekuatan uang Syekh Manshour al-Suleimany.

Apakah kejar-kejaran Arsenal vs City di “lap terakhir” musim 2022-2023 ini menjadi puncak perhatian Liga Primer?

Untuk urusan trofi, tampaknya rivalitas akan berlangsung sampai akhir. Sedangkan dalam konstelasi empat besar masih tersaji saling sikut antara MU dan Newcastle. Pada bagian lain, impresivitas Brighton membuat Liverpool tercecer jauh dari empat besar.

Dan, Anda harus pula bersiap menyaksikan: mampukah Chelsea menyelamatkan nasib dari potensi degradasi? Atau kehadiran pelatih baru nanti mampu menyegarkan kinerja yang anjlok belakangan ini?

Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah