blank
Pengamat Kebijakan Publik, Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si. Foto: Dok/SB

Oleh: Pudjo Rahayu Risan

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Di group WA, muncul komentar sekaligus pertanyaan. Baru direncanakan minggu kedua akan dilaksanakan buka bersama (Bukber), muncul surat dari pemerintah pusat yang ditandatangani oleh Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Surat dengan Kop Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, Nomor : R-38/Seskab/DKK/03/2023, Sifat: Rahasia, Perihal: Arahan terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama. Surat tertanggal 21 Maret 2023 ditujukan Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan Kepala Badan/Lembaga.

Isi surat tersebut, pertama penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemic menuju endemic, sehingga masih diperlukan kehati-hatian.

Kedua, sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan kegiatan buka puasa bersama pada bulan suci Ramadan 1444H agar ditiadakan. Ketiga, Menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota.

Ada beberapa poin yang bisa dikritisi dan potensi menimbulkan ambigu. Pertama, surat tersebut jelas bersifat rahasia, ternyata menjadi konsumsi publik. Maka muncul spekulasi di khalayak ramai, apalagi para netizen dengan cepat berselancar di dunia maya.

Menggambarkan bahwa tidak ada artinya surat yang bersifat rahasia terjaga kerahasiaannya. Kenapa tidak dipilih diksi surat bersifat segera, karena dibuat tanggal 21 Maret 2023 berlaku mulai tanggal 23 Maret 2023. Atau surat bersifat penting mengingat fenomena sekarang ini pamer kekayaan dan harta dikalangan pejabat dan ASN lagi marak jadi perbincangan, jadi sorotan.

Kedua, bermunculan persepsi publik dengan cepat menanggapi surat tersebut. Kedepan tidak ada salahnya proses pembuat surat yang dikeluarkan dari Istana perlu ahli bahasa, dengan harapan tidak ambigu. Karena pesan yang tersurat dan tersirat sifatnya nasional. Surat itu untuk siapa, apalagi sampai kepada kepala daerah yang dipersepsikan oleh publik juga ditujukan kepada khalayak ramai.

Ketiga, perlu kejelasan bahwa arahan Presiden ditujukan kepada pejabat baik TNI, Polri termasuk semua ASN, baik pusat maupun daerah. Untuk kejelasan dengan harapan menghentikan polemik, sampai-sampai Menteri PAN-RB, Abdullah Azwar Anas dan Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung menjelaskan ke publik bahwa arahan tersebut ditujukan kepada para menteri/pejabat pemerintahan. Bukan kepada khalayak ramai.