JAKARTA(SUARABARU.ID)-Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) Dr Muh Sholeh Basyari menyebut ada 29 nyawa melayang akibat tregadi depo Plumpang.
Sebelumnya, 9 nyawa melayang pada tragedi di Pertamina Rokan Hulu (Rohul), Riau.
“Tidak cukup hal itu hanya disikapi dengan pencopotan Dedi Sunardi. Dalam hal ini, Dedy seakan hanya jadi tumbal, kemudian masalah selesai,” tegasnya.
Persepektif ini, menuritnya, menunjukkan Pertamina dan Menteri BUMN masih parsial dalam melihat persoslan di tubuh perusahaan minyak plat merah itu.
“Harusnya langkah yang diambil bukan memakai teori tumbal, dengan mencopot direktur bisnis. Harusnya tidak sesederhana itu,” lanjut dia.
“Sebagai pertanggung jawaban profesional, Dirut harus menampilkan integritasnya, dan bertanggung jawab, dengan mengundurkan diri,” kata Muh Sholeh Basyari.
Kalau tidak demikian, maka Menteri BUMN wajib evaluasi dan mencopot Dirut agar integritas Menteri BUMN, juga Pertamina, tetap terjaga dan terhormat.
Potret Buram
“Karena bisa saja kalau hal ini tidak dilakukan publik akan menuntut evaluasi total dan meminta aparat yg berwenang untuk usut kartel dan permainan di Pertamina itu sendiri,” tandas dia.
Dikatakan, hilangnya puluhan nyawa dalam waktu yang berdekatan di Plumpang dan Rohul adalah potret buram tidak profesionalnya Dirut Pertamina. Teori tumbal itu teori kuno dan masih dipakai di era digital dan terbuka.
“Ini lucu, apalagi Menteri BUMN tidak bisa tegas. Berarti terdapat arus politik besar di tubuh Pertamina,” beber dia.
“Terus terang, rakyat kesal, puluan orang mati, gak membuat kapok mereka yang makan enak dan kursi empuk kekuasaan di Pertamina,’ sebutnya.
Menteri BUMN idealnya menjadikan dua tragedi tersebut sebagai momentum untuk menata kembali Pertamina sekaligus sebagai perform bahwa dia memiliki leadership yang kuat.
“Tidak saja bagi Pertamina dan BUMN, tetapi juga bagi kepemimpinan Indonesia,” lontarnya.
Ketegasan Menteri BUMN, akan menjadikan dia sebagai hero. Erick Thohir harus melihat secara obyektif dan menghitung korban dari peristiwa Pertamina dalam kepemimpinan Niecke, baik di Plumpang, Rohul maupun Balongan, Indramayu.
Muharno Zarka