blank
Rektor USM Dr Supari ST MT bersama tim Radio USM Jaya FM foto bersama seusai Talkshow. (Foto:News Pool USM)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Mahasiswa Universitas Semarang (USM) diminta tidak menjadi pemicu dan menjauhi perbuatan kekerasan seksual. Setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan.

”Jauhilah kekerasan seksual, jangan jadi pemicu, bawa diri, pakaian dan pilih jam yang baik. Kalau sudah diusahakan pencegahan tapi masih terjadi, maka sampaikan saja karena itu bagian dari pendidikan. Setiap perbuatan, endingnya adalah tanggung jawab,” kata Rektor USM, Dr Supari ST MT pada Talkshow Kuliah Keadilan dan Kesetaraan Gender (Kudengar) di Radio USM Jaya FM.

blank
Rektor USM Dr Supari ST MT saat Talkshow di Radio USM Jaya FM. (Foto:News Pool USM).

Talkshow dengan tema ”Selayang Pandang Satgas PPKS-USM” yang dipandu penyiar Radio USM Jaya FM Pandu Chan dan Elsa Safira itu, juga menghadirkan narasumber Ketua Satgas PPKS USM, Helen Intania S,S.H.,M.H.

Supari mengatakan, kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini banyak terjadi di masyarakat termasuk perguruan tinggi.

”Biasanya korban enggan berbagi cerita karena takut kalau masalahnya diketahui banyak orang. Hal itu dapat berdampak pada kesehatan mental korban” ujarnya.

Menurut Supari, pemerintah melalui menteri pendidikan kebudayaan riset dan teknologi Republik Indonesia No.30 Tahun 2021 mengeluarkan peraturan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.

Dalam mengimplementasikan Permendikbudristek tersebut, pihaknya telah membuat SK Rektor tentang satgas khusus mengenai PPKS di lingkungan kampus yang berlaku sejak Maret 2022.

”Karena dari beberapa kejadian kekerasan seksual di kampus, dikeluarkan peraturan menteri kebudayaan riset dan teknologi Republik Indonesia No.30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi termasuk USM. Jadi USM diwajibkan untuk membentuk tim khusus dalam mencegah serta menangani kekerasan seksual,” kata Supari.

Dia mengatakan, tim PPKS USM dibentuk dengan tujuan menjamin civitas akademika USM baik dosen, karyawan hingga mahasiswa agar fokus pada pekerjaan, aktivitas dan tidak terganggu.

Selain itu, tim PPKS bisa merekomendasikan langkah-langkah yang harus dilakukan Rektor terhadap pencegahan kasus diskriminasi kekerasan seksual. Satgas ini melibatkan seluruh unsur di dalam perguruan tinggi baik dari mahasiswa, pendidik hingga tenaga pendidik.

”Dari unsur mahasiswa, pendidik dan tenaga pendidik yang dilibatkan Satgas PPKS USM itu mewakili dari unsur-unsur yang ada di perguruan tinggi, yang harapannya bisa menyentuh agar gunung es itu tidak puncaknya saja yang terkuak tapi juga sampai ke akarnya,” tuturnya.

Helen mengatakan, hasil survei terdapat banyak yang membutuhkan pengetahuan lebih dalam tentang kekerasan seksual terutama bagi mahasiswa.

”Dari hasil survei yang telah kami lakukan melalui sosialisasi, banyak dari USM yang membutuhkan pengetahuan tentang kekerasan seksual terutama mahasiswa. Secara umum, kekerasan seksual biasanya menyerang kepada organ seksual saja. Namun sebenarnya kekerasan seksual itu suatu perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan dan menyerang tubuh serta fungsi reproduksi,” jelas Helen.

Menurutnya, perbuatan kekerasan seksual dapat berdampak bagi korban secara psikis yang menghambat dan mengganggu aktivitas belajar hingga pekerjaan. Tak hanya itu, hal itu juga dapat berdampak pada perguruan tinggi terutama citra dan nama baik.

Dalam segi penanganan, katanya, pihaknya mengimbau untuk tidak takut melaporkan serta bercerita melalui email ppksusm@gmail.com apabila terdapat kasus kekerasan seksual dalam lingkungan kampus. Hal itu dikarenakan pihaknya memiliki kode etik dalam menjaga kerahasiaan mengingat proses pengaduan yang lebih privasi agar tidak diketahui orang lain.

”Untuk teman-teman bisa melapor melalui email dan kami sangat privasi. Ketika ada laporan, kami akan memberikan respons balik secara pribadi. Jadi kami minta bertemu secara pribadi untuk nantinya dapat menceritaan secara langsung terkait masalah yang dihadapi,” jelas Helen.

Dia menambahkan, setelah melakukan perbincangan terhadap seluruh yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual seperti pelaku, korban dan saksi, pihaknya akan mencari bukti serta melakukan rapat kasus dengan anggota satgas secara rahasia. Kemudian, tim ini dapat menentukan layanan yang dibutuhkan korban mulai dari layanan pendampingan, perlindungan hingga pemulihan.

”Saat kami sudah mengetahui layanan atau hal apa yang dibutuhkan korban, kami dapat mengetahui dampaknya seperti apa. Untuk pelakunya nanti kami akan memberikan rekomendasi yaitu jika dilihat dari dampaknya bisa dikenai sanksi ringan, sedang maupun berat dengan dicopot status mahasiswanya,” ungkapnya.

Dia mengatakan, beberapa program yang akan dilakukan selama satu tahun ke depan antara lain, sosialisasi baik dalam bentuk kerja sama dengan Radio USM Jaya FM, sosialisasi melalui video, hingga meningkatkan kapasitas satgas guna menambah keterampilan dalam menangani kasus kekerasan seksual dalam lingkup universitas.

Helen berpesan, korban kekerasan seksual harus berani bicara agar dapat menghentikan terjadinya kekerasan seksual berikutnya.

”Upaya mencegah dan menangani bisa kita mulai dari diri sendiri dengan tidak memicu dan ketika sudah terjadi, jangan malu untuk bicara. Karena dengan melaporkan kejadian yang sebenarnya, kami akan menghentikan terjadinya kekerasan berikutnya, baik korban ataupun akan memberikan efek jera pada pelaku. Jadi jangan takut untuk lapor ke Satgas PPKS, ketika rekan-rekan mengalami kekerasan seksual di lingkungan universitas ini,” terang Helen.

Muhaimin