blank
Fenmena kerasukan bisa dijelaskan secara metafisika maupun secara ilmiah. Foto: Baliexpress

Yaitu mereka yang mengikuti konsep belajar ala Imam Al-Ghozali dengan prinsip : diam, mendengarkan, menjalankan, lalu mengembangkan, maka orang dengan pola pikir tradisionalnya,  memiliki rasa percaya itu lebih memiliki kans seperti sang petapa.

Berawal dari haqqul yakin, lahirkan sebuah kesaktian. Metafisika berkembang bukan karena faktor textbook semata. Inilah yang membedakan antara ilmu dengan ngelmu.

Suatu saat, seseorang datang ingin berguru kepada Abu Said Khair, seorang tokoh sufi yang terkenal karena karamahnya. Rumah guru sufi itu berada di tengah padang pasir. Ketika orang itu tiba, Abul Khair sedang memimpin majelis untuk mendengarkan doa di tengah para pengikutnya.

Waktu itu, Abul Khair sedang membaca Al-Fatihah, pada ayat: Ghairil maghdhubi alaihim, walaz zalim. Orang Arab itu berpikir, Bagaimana saya harus berguru kepada orang yang bacaan Alquran yang tidak fasih. Orang itu lalu bergegas pergi, mengurungkan niat belajar kepada Abdul Khair.

Saat melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia dihadang seekor singa padang pasir yang liar. Lelaki itu berusaha mundur, tetapi di belakangnya ada seekor singa lain menghalangi. Lelaki itu pun menjerit keras karena ketakutan.

Mendengar teriakan, Abul Khair turun keluar meninggalkan majelisnya. Dia menatap kedua ekor singa dan berkata: “Bukankah sudah saya katakan jangan mengganggu para tamu!” Kedua singa itu tiba-tiba menjatuhkan diri bersimpuh di hadapan Abul Khair.

Abul Khair pun dengan lembut mengelus kedua telinga singa tersebut, lalu menyuruhnya pergi. Lelaki itu tercengang, “Bagaimana engkau mampu menaklukkan singa-singa yang begitu liar?” Abul Khair menjawab: “Karena aku sibuk mengurusi hati sehingga Tuhan menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku.

Sementara itu, kamu sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah, karena itu kamu takut kepada seluruh alam semesta.” Sekali lagi, modal utama kalangan metafisika adalah persangkaan hati (keyakinan) dan selalu ingat kepada-Nya.

Dengan demikian, hal itu menyebabkan ingatan balik dari-Nya sehingga manusia diberi kesempatan untuk “manunggal kehendak” sebagaimana dijanjikan Tuhan dalam hadis Thabrani:

“Hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku cinta kepadanya, maka Aku-lah  pendengarannya, yang dengannya ia mendengar, penglihatannya, yang dengannya ia melihat, lidahnya, yang dengannya ia berbicara dan hatinya, yang dengannya ia berpikir. Maka, apabila ia berdoa, Aku terima, bila ia meminta, Aku beri dan bila ia minta tolong Aku tolong, dan ibadah yang sangatAku senangi dilakukan oleh hamba-Ku ialah yang ikhlas untuk-Ku. “(HR. Thabrani).

Masruri, praktrisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan Cluwak Pati