Pertama, murid harus menghadap guru dan minta ilmu secara lisan. Kedua, murid harus membawa mas kawin kain baru setinggi tubuhnya (Jawa: Sak pengadek). Kain itu lalu saya sedekahkan kepada siapa saja yang membutuhkan dan yang paling afdhal, kain itu berwarna putih, seukuran mukena (pakaian salat wanita). Ketiga harus mengamalkan wirid setiap usai salat.

Saya kumpulkan dan kalau ada yang perlu bisa minta. Sebagian besar kain itu dibuat mekena. Jadi ada dua hal yang terlibat, yaitu amalan wirid dan sedekahnya. Wirid yang dibaca itu sebagai doa agar mendapat  perlindungan dari Tuhan, sedangkan sedekahnya untuk menunjang dari permohonan, karena sedekah itu mampu menolak bencana.

Konsep lain, seseorang yang memegang ilmu itu harus bersahabat dengan senjata. Misalnya, kita diancam seseorang yang membawa senjata. Ketika melihat senjata itu, hati tidak boleh gentar dan berkatalah dalam gati bahwa kamu (senjata) adalah saudara saya.

Apa pun namanya, kalau kita bersahabat, dia tidak bakalan merusak. Konsep ini disebut bersahabat dengan alam, begitu pun terhadap senjata tajam pun demikian. Maka, kalau alam dan isinya itu kita bersikap baik, maka baik pula yang akan diberikan kepada kita. Dan mendalami ilmu batin itu, hati yang lebih berbicara.

Baca juga Ilmu Pawang Hujan-2

Beberapa waktu silam saya bertemu rekan yang punya konsep unik. Beberapa kali dia berhasil melumpuhkan orang sakti cukup dengan kekuatan bahasa hati. Saat akan memukul orang sakti yang zalim, dia membayangkan orang yang dihadapannya itu diibaratkan bayi yang baru lahir.

Bayangkan, kalau bayi baru keluar dari rahim Ibunya,  kemudian dipukul, tentu saja KO. Silakan coba konsep ini, terutama kalau ada orang kebal yang prilakunya menyimpang. Dan kekuatan ilmu kebal itu tergantung guru yang mengajarkan dan atau pribadi mereka yang memegang ilmu itu

Tujuh puluh lima persen power ilmu itu ditentukan pribadi pemiliknya. Guru  bisa membantu, namun itu tidak sepenuhnya. Guru itu hanya membuka pintu dan murid yang memasuki kemudian menatanya. Dan sejauh mana kedalaman ilmu itu tergantung murid.

Saya pernah mengamati cara  seorang yang biasa mengajarkan ilmu kebal dengan cara menelankan timah kepada muridnya. Setelah murid menelan timah kemudian disuruh mengamalkan bacaan asmaul husna, ya qowiyyu ya matiinu, ya kafi ya dzal jalaali wal ikrom, dalam jumlah ulangan seribu kali.

Selanjutnya murid mengamalkan wirid itu minimal tiga kali setelah salat magrib. Kesimpulan saya mengatakan, kekuatan itu timbul dari wirid atau doa pribadi murid. Pernah juga suatu saat ada sebagian murid saat ritual pengisian itu tidak kebagian timah.

Karena itu dia hanya mengamalkan wiridnya saja. Ternyata, murid itu pun menjadi kebal juga. Setelah itu dia   kena musibah, diserang  dengan clurit. Walau bajunya rusak, kulitnya selamat.

Walau kulitnya tidak luka, pagi harinya dia ditemukan warga. Dia  pingsan di jalanan. Setelah sadar dia mengaku, pingsan itu karena takut melihat clurit. Kulitnya kebal, jantungnya lemah, lalu pingsanlah dia.

Masruri, penulis buku praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan Cluwak Pati