blank
Dosen Fikes Unsiq Jateng di Wonosobo M Sahli saat menyampaikan materi. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Guna menurunkan kasus stunting (gizi buruk) di Wonosobo, Universitas Sains Alquran (Unsiq) Jeteng bekerjasama dengan Universitas Alma Ata Yogyakarta, Kedai Reka dan BKKBN Pusat, membentuk sekaligus menggelar pelatihan Bapak Kawal Air Bersih dan Sanitasi Layak (“Pakwalisanak”).

Pembentukan dan pelatihan “Pakwalisanak” yang digelar di Pibee Resto, Senin (14/11) itu, diikuti perwakilan 10 desa lokus stunting di Wonosobo. Peserta berasal dari Desa Tambi, Tieng (Kejajar), Slukatan (Mojotengah), Besani (Leksono), Pagerejo, Purbosono, Candimulyo (Kertek), Gondowulan, Tanjunganom (Kepil) dan Kaliwiro.

Bertindak sebagai pemateri Muhammad Sahli dan Sri Mulyani. Keduanya merupakan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Unsiq Jateng di Wonosobo. Narasumber menyampaikan materi terkait pencegahan stunting dan konsep pelaksanaan “Pakwalisanak” di desa masing-masing. Peserta diakhir acara juga menyampaikan kondisi kasus stunting daerahnya.

Muhammad Sahli menjelaskan konsep “Pakwalisanak” adalah upaya pengembangan program promosi kesehatan untuk perubahan perilaku melalui pemberdayaan bapak-bapak di desa yang sadar akan pentingnya air bersih dan sanitasi yang layak. Lingkungan dan air yang kotor menyebabkan derajat kesehatan masyarakat jadi buruk.

“Tim “Pakwalisanak” punya tugas mempromosikan air bersih dan sanitasi layak sebagai upaya penanganan dan pencegahan masalah stunting di tingkat desa. Memonitor dan memastikan setiap rumah tangga mendapatkan air bersih dan sanitasi layak,” paparnya.

Ditambahkan Sahli, warga yang tergabung di tim “Pakwalisanak” harus mampu mengajak masyarakat dan komunitas terkait dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak bagi kelompok beresiko kasus stunting di desa. Air bersih dan sanitasi layak harus bisa dinikmati warga setempat.

Gong Ceting

blank
Pembentukan “Pakwalisanak” dan Desa Gong Ceting di Pibee Resto. Foto : SB/Muharno Zarka

Sementara itu, Sri Mulyani menyatakan sesuai Perpres RI No : 72 tahun 2021, percepatan penurunan angka stunting perlu dilakukan secara holistik, integratif dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi dan sinkronisasi pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha dan komunitas lainnya di masyarakat.

“Masalah stunting harus diselesaikan secara bersama-sama. Saat ini kasus stunting di Wonosobo di angka 14,7 persen. Sedang target secara nasional di tahun 2024 mendatang sebesar 14 persen. Adapun prevalensi kasus stunting di Indonesia sekarang berada di angka 24,4 persen dan di Jateng 20,9 persen,” ungkapnya.

Menurut Sri Mulyani, melalui program gotong royong cegah stunting (Gong Ceting) dan pembentukan “Pakwalisanak” diharapkan percepatan penurunan angka stunting akan segera terwujud. Tanpa ada kesadaran bersama dan kolaborasi semua pihak, mustahil akselerasi pencegahan stunting akan berjalan maksimal.

“Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif pada sasaran 1000 hari pertama kehidupan. Dari anak sejak di kandungan sampai berusia 23 bulan. Intervensi gizi spesifik diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan bayi berusia 0-6 bulan serta ibu menyusui dan bayi berusia 6-23 bulan,” ujarnya.

Adapun intervensi gizi sensitif, imbuhnya, meliputi akses air minum yang bersih dan aman serta sanitasi yang layak. Juga akses kesehatan, pendidikan, keluarga berencana, persalinan, pengasuhan anak, bantuan sosial dan ketahanan pangan yang baik.

“Program promosi kesehatan melalui layanan air bersih dan sanitasi layak adalah bahwa setiap ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan anak usia 0-23 bulan, harus mendapatkan akses layanan atau intervensi seperti ketersediaan air bersih dan sanitasi baik untuk mencegah stunting,” pungkasnya.

Muharno Zarka