blank
Petani tebu

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) secara tegas menolak Rancangan Perpres Percepatan Swasembada Gula yang akan digulirkan Pemerintah. APTRI melihat dalam draf Perpres tersebut sama sekali tidak ada yang menyinggung upaya menyejahterakan petani tebu.

Penegasan tersebut sebagaimana disampaikan Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen menyikapi Rancangan Perpres Percepatan Swasembada Gula.

“Sikap DPN APTRI secara tegas menolak Rancangan Perpres Swasembada Gula. Sikap tersebut juga sudah kami sampaikan dalam Konsultasi Publik bersama Kemenko Perekonomian pada Selasa (1/11/2022) silam,”kata Soemitro dalam keterangan persnya, Kamis (3/11).

Soemitro menyebutkan, upaya percepatan swasembada gula sebagaimana diatur dalam Perpres tersebut hanya omong kosong. Yang ada, Perpres tersebut justru seolah mengatur penunjukkan PTPN III sebagai pelaksana tunggal untuk melakukan izin impor gula.

Sementara, konsekuensi PTPN III untuk menanam 700 ribu hektar lahan tebu baru juga dinilai sangat tidak realistis. Sebab, selama 20 tahun terakhir baik era presiden SBY hingga Jokowi, lahan tebu yang ada saat ini hanya berkisar 153 ribu hektar. Dan dari jumlah lahan tersebut, 60 persen adalah lahan petani.

“Lahan milik PTPN III sendiri hanya berkisar 50 ribu hektar dan itu pun banyak yang mangkrak. Sehingga kewajiban PTPN III untuk membuka lahan sampai 700 ribu hektar sebagaimana diamanatkan dalam Perpres tersebut jelas sangat tidak mungkin dilakukan,”ujarnya.

Terlebih saat ini banyak pabrik gula milik PTPN III yang tutup karena kekurangan bahan baku. Ini menunjukkan bahwa lahan milik PTPN III tidak produktif.

Senada, Sekjen DPN APTRI M Nur Khabsyin mengatakan pihaknya melihat Rancangan Perpres Percepatan Swasembada Gula ini hanya sebagai upaya menyelamatkan anak perusahaan PTPN III, yakni PT SGN atau yang biasa disebut Sugar Co untuk mendapatkan mitra investor.

Sehingga, kata Khabsyin, dugaan Rancangan Perpres ini hanya sebagai upaya pemburu rente dan untuk kepentingan Pemilu 2024, bisa jadi ada benarnya. Karena Rancangan Perpres tersebut tidak ada yang menyentuh upaya menyejahterakan petani.

“Karena Perpres ini sama sekali tidak menyinggung tahapan atau upaya untuk meningkatkan produktifitas gula nasional,”ujarnya.

Khabsyin menambahkan, sebagai salah satu stakeholder dari industri gula, petani tebu selama ini juga tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan Rancangan Perpres ini. Padahal, untuk menuju swasembada gula, diperlukan peran aktif dari seluruh stakeholder yang ada termasuk petani tebu.

“Isi dari rancangan Perpres ini mutlak untuk kepentingan PTPN III. Padahal tugas swasembada gula adalah tugas seluruh stakeholder, bukan hanya PTPN III,”tukasnya.

Semestinya, banyak hal yang bisa diatur secara lebih mendalam dalam Rancangan Perpres jika Pemerintah memang serius ingin mencapai swasembada gula. Seperti jaminan agar petani bisa mendapat ketersediaan pupuk dengan harga yang wajar, hingga jaminan Harga Pokok Pembelian (HPP) gula yang bisa menguntungkan petani.

“Jaminan ketersediaan pupuk adalah elemen penting untuk menuju swasembada. Tapi hal ini justru tidak diatur dalam Rancangan Perpres. Begitu juga dengan HPP gula yang selama ini tidak pernah membuat petani untung. Bagaimana mau swasembada jika petani tidak lagi tertarik menanam tebu,”tandasnya.

Khabsyin menambahkan, HET yang selama ini ditentukan pemerintah juga membelenggu petani. Menurut Khabsyin, HET seharusnya tidak dihapus karena gula bukan milik pemerintah.

Oleh karena itu, kata Khabsyin, jika rancangan Perpres sama sekali tidak berpihak pada kepentingan petani, DPN APTRI secara tegas menolaknya. Karena semestinya, Perpres harus mengatur tentang tahapan intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman tebu, bukan justru membuka peluang impor gula.

Ali Bustomi