SUATU sore ada warga ditemukan meninggal akibat tusukan senjata tajam. Setelah kasusnya ditangani Polisi, pihak keluarga, ikhtiar mendatangi sesepuh agar pelakunya segera terungkap.
Keluarga yang lain ikut melakukan hal yang sama. Ada yang menggunakan tradisi agama, dengan ilmu hikmah, ada yang dengan tradisi jawa. Tujuannya sama, agar kasus pembunuhan itu segera terungkap.
Salah satu dari sesepuh yang didatangi, menyarankan agar keluarga korban disarankan membaca amalan tertentu sebanyak 10 kali setelah salat mahrib. Tujuannya “mohon keadilan” dan tidak disarankan berdoa agar pelakunya tertangkap atau kena musibah.
“Biar Allah yang mengatur, karena Dia yang Mahaadil, ” pesan sesepuh. Mereka lalu mengamalkan doa yang diterima dari sesepuh itu. Terjadi keajaiban. Pada akhir acara tujuh hari, cucu dari korban itu bikin gaduh.
Dia “kesurupan” dan bertingkah aneh, mengigau sambil menuding salah satu warga yang hadir dalam acara tahlilan. Anak itu berkata, “kamu yang membunuh,” sambil menangis histeris. Kejadian itu membuat suasana tahlil pun gaduh.
Baca juga Puter Giling dan Doa Keadilan – I
Tentu saja warga yang dituding memungkiri, apalagi secara hukum, kesaksian anak tidak bisa diterima secara hukum. Namun tidak demikian dengan pendapat keluarga. Kejadian heboh pada malam ketujuh itu dimanfaatkan untuk menggali informasi lebih dalam.
Secara diam-diam ada yang kordinasi dengan keluarga yang anggota aparat. Tentu saja, kesaksian anak kecil tidak bisa atau tepatnya tidak laku dijadikan sebagai “barang bukti” namun oleh keluarga dicari titik temu sebagai bentuk ikhtiar.