blank
Jagong Bareng yang diselenggarakan HIMKI Jepara. Quo vadis pelaku mebel dalam menghadapi krisis global.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Krisis global akibat perang antara Rusia versus Ukraina yang melumpuhkan sektor ekonomi di pasar dunia, juga sangat berdampak pada pasar mebel di Jepara. Pasalnya, dampak perang yang mengakibatkan inflasi ini membuat daya beli masyarakat menurun, sehingga pasar ekspor sementara berhenti. Khususnya di kawasan Eropa dan Amerika.

blank
Para pelaku usaha dalam diskusi bersama HIMKI Jepara.

Masyarakat Jepara yang mayoritas sebagai pelaku usaha mebel sangat merasakan dampak dari krisis global. Sepinya pasar mebel akhirnya merembet ke sektor lain, karena banyak masyarakat yang bergantung pada industri mebel. Hal ini menjadi tema pembahasan dalam acara ‘Jagong Bareng’ yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (DPD HIMKI) Jepara Raya di Enjang Kafe, Rabu (28/9/2022).

Acara jagong bareng yang bertemakan “Quo vadis pelaku mebel Jepara dalam menghadapi krisis global” ini juga dihadiri oleh Presidium DPP HIMKI Maskur Aulia, Ketua HIMKI Jepara Raya Antonius Suhandoyo, Sekretaris HIMKI Yuli Kusdiyanto, Anggota DPRD Pratikno (Nasdem), Nuruddin Amin (PKB), Junarso (PDI-P), Ketua KADIN Jepara Andang Wahyu Triyanto, Kepala Diskop UMKM Nakertrans Samiadji, serta pengurus HIMKI Jepara dan para pelaku usaha mebel di Kabupaten Jepara.

Lesunya pasar mebel di Jepara, terutama menurunya nilai ekspor menjadi persoalan serius bagi para pelaku usaha. “Kondisi perekonomian dunia saat ini sedang dalam keadaan tidak baik. Dampak perang Rusia versus Ukraina menyebabkan kondisi ekonomi di Eropa dan AS mengalami penurunan”, ujar Maskur Aulia, DPP Presidium HIMKI dalam penjelasannya.

“Krisis energi dan krisis pangan sedang menghantui penduduk Eropa. Saat ini kita tidak bisa mengharapkan ekspor mebel ke pasar Eropa. Jangankan memikirkan mebel, masyarakat Eropa memikirkan kebutuhan sehari-hari saja lebih banyak mengeluhnya daripada optimisnya”, lanjut Maskur Aulia yang beberapa waktu yang lalu melakukan lawatan ke negara-negara Eropa untuk mengecek langsung kondisi pasar mebel di sana.

“Salah satu solusi untuk tetap bertahan dalam bisnis mebel kita harus mencari alternatif dalam market mebel. Saat ini di benua Asia, Afrika dan Timur Tengah belum ada tanda-tanda penurunan daya beli. Satu lagi kesempatan untuk menyuarakan perdamaian dunia ada di pertemuan G20 yang akan diselenggarakan di Bali”, imbuhnya.

Senada dengan Maskur Aulia, para pelaku usaha EMKL dan forwarding yang hadir dalam Jagong Bareng bersama HIMKI juga turut merasakan lesunya mebel di Jepara. “Jasa EMKL dan Forwarding kami 90 persen dari sektor mebel. Saat ini pengguna jasa EMKL menurun sampai 50 persen”, ujar salah satu pengusaha EMKL.

Seperti diketahui, saat pandemi tahun 2019, harga jasa EMKL naik beberapa kali lipat. Namun permintaan ekspor tetap tinggi. Saat harga jasa EMKL menurun, justru sepi aktifitas ekspor. Sepinya ekspor mebel ke Eropa dan Amerika membuat kita harus pintar mencari solusi dan alternatif. Salah satunya adalah melirik market mebel di luar Eropa dan AS.

Kawasan Asia seperti Maladewa, Korea, Australia Singapura bisa digarap para pelaku usaha mebel. Bahkan cadangan market lokal saat ini menurut data mencapai 1,6 triliun. Sebuah potensi pasar yang dapat melibatkan UMKM.

ua